Menggembirakan Anak Indonesia

Jakarta – “Kita Anak Indonesia, Kita Gembira!” menjadi tagline peringatan Hari Anak Nasional (HAN), 23 Juli 2019. Tagline itu sebangun dengan tema HAN tahun ini, “Peran Keluarga dalam Perlindungan Anak”. Tagline ini pun mengguratkan kisah bahwa anak Indonesia adalah mereka yang selalu bergembira. Anak Indonesia selalu tersenyum riang dan ramah dalam kondisi apa pun. Anak Indonesia diharapkan menjadi penyejuk keluarga di tengah kondisi yang mungkin kurang beruntung. Anak Indonesia pun menjadi penyemangat bagi hidup orangtua mereka.

Anak Indonesia memang perlu bergembira. Pasalnya, mereka hidup di tanah yang subur. Sebagaimana banyak disiarkan dalam acara televisi, gambaran betapa anak Indonesia selalu riang. Acara Si Bolang Trans7 misalnya, menggambarkan suka cita anak Indonesia di berbagai pelosok negeri. Cerita Si Bolang menjadi wajah betapa anak Indonesia hidup gembira. Mereka bermain, bersahabat, dan bertumbuh bersama alam lestari Nusantara. Mereka senantiasa mensyukuri anugerah alam raya Indonesia yang melimpah dari Tuhan.

Wajah Gembira
Gambaran kegembiraan anak ini seringkali kalah dari narasi kekerasan yang juga muncul di berbagai layar televisi. Kekerasan terhadap anak dan tindak tidak menyenangkan pada anak masih saja menjadi menu harian berita di layar kaca. Keindahan alam raya yang tampil dalam wajah Si Bolang seringkali lenyap di tengah banjir informasi.

Wajah gembira yang tidak baik di layar kaca selayaknya menggugah kepekaan bangsa Indonesia untuk kembali menoleh arti penting anak. Anak bukan sosok kecil yang mudah untuk dipaksa dan dilecehkan. Mereka adalah anugerah Tuhan. Karenanyalah bangsa ini tetap lestari. Tanpa kehadiran anak, masa depan sebuah peradaban akan suram dan sirna. Merekalah pewaris cita Republik. Merekalah yang akan menjadi pemimpin dan pengelola alam raya ini.

Oleh karena itu kita perlu mempersiapkan mereka menjadi sosok tangguh di masa depan. Salah satunya dengan menggembirakan mereka. Kegembiraan anak pada dasarnya merupakan wajah syukur orang tua. Syukur orang tua atas anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya. Inilah yang kemudian mendorong orangtua untuk terus melakukan usaha maksimal dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup.

Perlindungan
Prinsip perlindungan anak ada empat, yaitu hak hidup dan tumbuh kembang, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, dan partisipasi anak. Prinsip pemenuhan kebutuhan hidup dalam perlindungan anak memposisikan kepentingan anak sebagai pertimbangan utama. Oleh karena itu, prinsip ini diarahkan dan dirancang untuk mampu memenuhi kebutuhan pokok anak serta keberlangsungan dan kesejahteraan hidup.

Orangtua sebagai pemegang mandat dari Tuhan perlu berusaha sekuat tenaga memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya. Kebutuhan itu tidak hanya dalam bentuk materi semata. Namun, perlindungan dan perwujudan kesejahteraan psikis sangat penting. Sentuhan kasih sayang orangtua sangat penting di tengah semakin derasnya arus teknologi informasi yang dapat menyeret anak dalam “hidup sendiri”. Kesendirian yang menjadikannya makhluk terasing dalam sistem sosial yang dinamis.

Kebutuhan pokok atau hak dasar anak, dalam pendidikan yang layak misalnya, perlu diusahakan orang tua dengan sepenuh hati. Proses pemilihan dan penentuan lembaga pendidikan perlu melibatkan anak secara aktif sebagai bagian dari perwujudan prinsip partisipasi anak. Nafsu orangtua perlu direm agar ia tidak memaksakan kehendak dan “mendikte” anak sekolah di lembaga pendidikan tertentu.

Ruang Dialog
Gambaran hasrat orangtua dalam pendidikan dapat kita lihat saat proses pendaftaran siswa baru beberapa waktu lalu. Banyak orangtua protes karena sistem zonasi. Mereka beralasan pemerintah tidak menghargai jerih payah anak yang telah memperoleh nilai tinggi. Pemerintah pun dianggap menghalangi mimpi anak untuk dapat sekolah di lembaga pendidikan idaman.

Hal itu menjadi gambaran jelas bahwa orangtua masih terlalu dominan dalam penentuan sekolah anak. Orangtua belum mampu memposisikan diri sebagai sahabat diskusi dalam menentukan lembaga pendidikan. Dominasi orangtua ini dapat menjadi masalah jika anak tidak “rela”. Anak kemudian malas sekolah dan kurang semangat dalam belajar.

Oleh karena itu orangtua perlu menghadirkan kegembiraan itu dengan membuka ruang dialog. Ruang dialog orangtua dan anak berada pada posisi setara. Memperlakukan anak sebagai “orang merdeka” menjadi penting. Artinya, mereka perlu didengar suara dan mimpi-mimpinya. Orangtua berdasarkan pengalaman kemudian memberikan gambaran umum tentang mimpi-mimpi itu.

Saat orangtua sudah mampu berdialog dengan anak, itulah kegembiraan. Kegembiraan anak saat ini adalah saat orangtua mau dan mampu mendengar setiap suara lirihnya. Orangtua juga dengan mudah mengapresiasi kelebihan dan bakat anak. Jamak kita ketahui orangtua lebih mudah marah saat anaknya salah. Namun, hanya sedikit kata pujian saat anak hebat atau berprestasi.

Momentum Hari Anak Nasional selayaknya menyadarkan orangtua bahwa anak merupakan aset besar bagi bangsa. Menggembirakan mereka menjadi investasi bagi kemajuan dan keadaban bangsa di masa yang akan datang.

Pada akhirnya, selamat Hari Anak Nasional, mari menggembirakan anak Indonesia dengan cara-cara sederhana namun penuh makna. Saatnya bergembira!

Rita Pranawati Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dosen FISIP UHAMKA

Exit mobile version