Pemkot Palembang Pantau Anak Bermasalah Hukum

PALEMBANG – Pemerintah Kota Palembang memantau perkembangan anak-anak yang terlibat persoalan hukum menggunakan aplikasi Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan Redha Manthovani di Palembang, Senin (12/11) mengatakan, dengan adanya aplikasi Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) ini maka penanganan anak yang terlibat pidana umum tidak selalu berakhir di penjara.

“Aplikasi ini nantinya akan terkoneksi dengan instansi kota terkait sehingga penanganan masalah anak dapat cepat dan tepat sasaran,” kata dia seusai beraudiensi dengan Wali Kota Palembang seperti dikutip dari Antara.

Melalui aplikasi ini, perkembangan anak yang terlibat permasalahan pidana umum akan dipantau untuk tujuan pembinaan.

Ia menambahkan, melalui aplikasi ini, kejaksaan juga dapat mendeteksi secara cepat penanganan anak yang terlibat pidana umum. Tujuan dengan menerapkan aplikasi agar penanganan hukum dilakukan secara ramah anak.

“Kami juga ingin menjadikan Kota Palembang sebagai kota ramah terhadap anak,” kata dia.

Sementara itu, Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan, dengan diluncurkannya aplikasi ini maka dapat menjadi contoh bagi kabupaten/kota lain.

“Kota Palembang sebagai pilot project aplikasi SPPA ini, semoga saja bisa menginspirasi yang lain. Bukankah sudah menjadi tugas kami untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa dengan sebaik-baiknya,” ujar dia.

Penanganan persoalan pidana umum yang melibatkan anak sebagai pelaku lebih diarahkan kepada tindakan pembinaan. Oleh karena itu, Harnojoyo menambahkan, Pemerintah Kota Palembang akan mempersiapkan sejumlah pondok pesantren dan panti untuk menitipkan anak-anak tersebut.

Pada perayaan Hari Anak Nasional 2018, pada 23 Juli 2018, Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengungkapkan bahwa mereka menerima 1.885 pengaduan kasus perlindungan anak. Masalah paling banyak yang diadukan adalah anak yang berhadapan dengan hukum.

Sekalipun mengalami penurunan dalam kurun waktu tujuh tahun, namun tetap saja hal ini tidak boleh diremehkan.

“Tahun 2018 sebenarnya satu kasus korbannya banyak. Satu kasus korbannya lebih dari satu,” ungkap Ketua KPAI Susanto dalam peringatan Hari Anak Nasional 2018 di Jakarta, Senin (23/7/2018).

“Tren-tren seperti ini adalah gejala yang sangat mengenaskan di awal 2018. Kami berharap tren ini harus ditangkap oleh kita semua untuk intervensi, pencegahan dan penanganannya agar kasus-kasus demikian tidak terulang,” tambah Susanto.

Susanto juga mengutip sebuah lembaga KidsRights Foundation yang melakukan penelitian kepada 165 negara untuk mengetahui tingkat pemenuhan hak anak.

“Indeks perlindungan hak anak, Indonesia berada di 141 dari 165. Inggris 156,” ujar Susanto.

Walaupun Indonesia berada di atas Inggris bukan berarti hal itu menjadi berita positif. Karena menurutnya, Indonesia masih berada di bawah beberapa negara tetangga Asia di Tenggara.

“Kita masih berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand,” tambahnya.

Exit mobile version