PENGAWASAN KPAI PADA KASUS BUNUH DIRI ANAK DI KAB. TANA TORAJA

Dok: Humas KPAI

Kab.Tana Toraja Sulawesi Selatan, – Data kasus kekerasan serta bunuh diri pada anak di Kabupaten Tana Toraja 2023 sampai dengan Juli sebanyak 9 anak. penyebab kasus bunuh diri pada anak sangat beragam antara lain perundungan/bullying, faktor ekonomi keluarga dan asmara diantara remaja.

Bunuh diri anak memberikan dampak yang meresahkan semua pihak, tidak hanya bagi korban tetapi juga bagi pelaku bahkan bagi anak-anak yang menyaksikan bullying tersebut. Bullying dapat membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak khusus pada kasus yang berat, dapat menjadi pemicu tindakan yang fatal seperti  bunuh diri pada anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar rapat koordinasi di Kantor Bupati Tana Toraja pada, Rabu (06/09/2023). Rakor tersebut sebagai upaya untuk mendapatkan informasi mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah Daerah dan mencari solusi terbaik dalam upaya pencegahan, penanganan dan rehabilitasi terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Tana Toraja, salah satunya yang perlu perhatian khusus adalah kasus bunuh diri anak.

Hadir stakeholder terkait dalam pertemuan tersebut yakni Sekda Tana Toraja, Dinas Sosial Tana toraja, Kanit PPPA Tana Toraja, serta Dinas Pendidikan, Tana Toraja ,dan juga DP3AP2KB Tana Toraja. 

“Disini kita mendapatkan banyak informasi yang sudah dilakukan Pemerintah Daerah dan menyepakati terkait solusi terbaik untuk anak. Pertama, terkait bunuh diri anak sebab lainnya adalah kesehatan mental dan pola pengasuhan keluarga, sehingga hal tersebut harus diperhatikan, kedua  menjamin pendidikan anak korban hingga proses hukumnya berjalan sesuai koridor Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).” Ucap Anggota KPAI Diyah Puspitarini saat menghadiri rakor tersebut.

KPAI mendorong Pemerintah Daerah untuk terus melakukan upaya pencegahan dengan mensosialisasikan secara massif tentang bahaya bunuh diri anak serta bagaimana pemulihan terhadap anak secara optimal dengan melibatkan institusi terkait. Sebab, dalam kasus bunuh diri anak perlu adanya pendampingan psikososial bagi keluarga ataupun teman terdekat korban.

Selain menyikapi kasus Bunuh diri anak di Kab. Tana Toraja, KPAI juga merespon kasus kekerasan seksual terhadap anak yang juga terus meningkat. Untuk itu, Dinas Pendidikan di Kab. Tana Toraja dapat melakukan langkah-langkah antisipasi maupun penguatan terhadap pencegahan kekerasan seksual, yaitu dengan memberikan kurikulum edukasi sex kesehatan pada anak di dunia Pendidikan.

Selama belum adanya rumah aman di Tana Toraja, maka, anak-anak korban korban kekerasan sementara waktu ini akan difasilitasi dan dilayani di Puskessos (Pusat Kesehatan Sosial) ujar Adriana Saleng Kepala Dinas Sosial Tana Toraja.

Sementara itu, Sekda Kabupaten Tana Toraja Muhammad Safar dalam sambutan rakor tersebut mengucapkan terima kasih atas kehadiran KPAI dalam rakor ini sehingga semua yang terlibat di tingkat Kab.Tana Toraja dapat terkonsolidasi dan bersinergi dengan maksimal.

“Dengan hadirnya KPAI disini, kami mendapatkan arahan dan masukan dalam melakukan upaya pencegahan, penanganan dan rehabilitasi kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Sehingga perlu upaya dalam pendampingan yang lebih intens kepada dinas – dinas terkait peningkatan kapasitas SDM dalam menangani anak korban kekerasan di Tana Toraja,” lanjut Muhammad Safar.

Dalam pertemuan tersebut disepakati beberapa rekomendasi, sebagai berikut:

  1. Perlu pensikapan fenomena bunuh diri anak, dengan kerja bersama seluruh OPD terkait dengan melakukan pencegahan dengan melakukan sosialisasi yang massif tentang bahaya dan dampak bunuh diri pada anak baik di lingkungan sekolah, masyarakat, maupun keluarga.
  2. UPTD di Kab.Tana Toraja harus segera dibentuk serta disediakannya shelter untuk anak korban dan anak pelaku yang harus dipisahkan. Selain itu perlu adanya koordinasi dari pihak kepolisian dalam pengamanan sementara selama belum adanya rumah aman. Aparat Penegak Hukum (APH) dalam proses penanganannya wajib mengutamakan pendekatan restoratif sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) serta memastikan penguatan implementasi SPPA terhadap restoratif hingga diversi yang bisa menjadi pilihan. Kemudian, Kejaksaan harus memperhatikan proses sidang pada anak yang perlu didahulukan agar tidak terjadi penundaan, serta agar tidak mempertemukan antara  pelaku dan anak korban dalam satu ruang persidangan.
  3. Perlu adanya komitmen para Tokoh agama dan Aparat penegak Hukum (Hakim ) terkait anak korban yang mengalami kehamilan tidak boleh dinikahkan dengan pelaku agar anak tidak mengalami kekerasan yang bertubi – tubi.
  4. Permohonan dispensasi nikah harus dikeluarkan terlebih dahulu dari dinas-dinas terkait yang akhirnya akan diajukan ke pengadilan negeri/KUA.
  5. Sangat diharapkan agar Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) di Tana Toraja segera terbentuk. Sebab Puspaga merupakan unit layanan terpadu satu pintu (one stop service) masalah keluarga dan anak.
  6. Perlu pendekatan kolaboratif dalam menyelesaikan persoalan anak dalam mendapatkan perlindungan khusus baik APH, OPD terkait (UPTD, DP3, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kemenag Kabupaten) dan Pemerintah Daerah.
    (Ep,Dp/Ed:Kn)

    Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405
Exit mobile version