Pesta Bikini, KPAI: Dukung Usut Tuntas, Tetapi Tak Menghukum

Pesta Bikini Splash After Class yang meresahkan masyarakat kini dikabarkan telah dibatalkan. Pihak penyelenggara acara mengatakan tidak akan mengadakan acara yang rencanakan akan menyasar para remaja SMA ini. Kendatipun demikian, sejumlah siswa sudah nampak terlibat dalam beberapa video promosi yang diterbitkan oleh evet organizer (EO).

Sekertaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda mengatakan masyarakat pemerintah tidak boleh acuh pada persoalan pesta bikini ini. Pihaknya mengatakan masalah tidak berarti selesai ketika pesta batal diadakan. Erlinda melihat adanya degradasi moral diantara siswa/i yang hendak mengadakan pesta tersebut. KPAI inginkan sekolah mengusut tuntas keterlibatan siswa dalam proses promosi dan kegiatan itu. Dikhawatirkan siswi menjadi korban oknum tidak bertanggung jawab yang mengeksploitasi siswi guna kepentingan komersil.

“Disini anak adalah sebagai korban, kami berharap secara internal sekolah bisa melakukan investigasi pada siswa/i yang diduga terlibat,” ungkapnya pada pemanggilan sekolah terkait undangan pesta Bikini, di Gedung KPAI, Jakarta, Jumat sore (24/04/2015).

Meski sekolah melakukan investigasi dan penelusuran KPAI tidak ingin siswa/i langsung mendapatkan hukuman. Sekolah harus lebih bijaksana dalam melihat kasus ini dari perspektif perlindungan anak. Menurutnya, anak adalah korban dari EO yang menyelenggarakan acara. Sehingga siswa tidak bisa disalahkan, terlebih mendapatkan hukuman. Guru dan sekolah harus melindungi hak anak dan memberikan penyuluhan guna membimbing anak pada pendidikan yang berkarater.

“Warning bagi masyarakat untuk lebih waspada pada perilaku remaja saat ini. Diluar negeri saja acara serupa sudah dibatasi.Investigasi mendalam dan kita harus tau bagaimana remaja ini melakukan pesta dan tindakan serupa,” kata Erlinda

Perempuan berbusana songket ini berharap supaya sekolah tidak menutup-nutupi jika ada siswa/i yang terlibat pada acara serupa. Sekolah bisa bekerjasama dengan orang tua, serta berbagai pihak, guna menjaga buah hati mereka. Upaya ini merupakan salah satu implementasi dari undang-undang perlindungan anak. Budaya semacam itu tidak diharapkan bisa berkembang oleh bangsa Indonesia.

“Adek kita sedang jati diri maka kita harus membantu mereka untuk menyalurkan apsirasinya supaya tidak salah. Reaksi sudah sangat luas. Beberapa Kementrian juga bereaksi, maka sekolah jangan menutup-nutupi” ujarnya.

Komisioner KPAI, Bidang Pendidikan, Susanto pun menyatakan inisiator dari pesta ini harus bertanggung jawab atas kegiatan ini. Sebab pihak penyelenggara pun mencatut nama sekolah tanpa sepengetahuan instansi pendidikan terkait. Diantara sekolah yang dicatut adalah SMAN 29, SMAN 24, SMA Muhammadiyah 11 Rawamangun, SMAN 38, SMAN 109 Jakarta, dan semua jumlah sekolah yang diklaim menurutnya ada 20 SMA.

“Kita berikam pengawasa anak pada perilaku. Perilaku juga menjadi bagian dari nilai untuk kelulusan. Semua harus memberikan Perlindungan pada anak,” katanya.

Menurut Susanto proses yang dilakukan saat ini merupakan kombinasi antara KPAI dan sekolah. Berbagai pihak tak merta percaya bahwa akan ada pembatalan acara ini. Justru yang ditakutkan oleh masyarakat adalah adanya perpindahan lokasi pesta. Kendatipun demikian pihaknya tidak gegabah dalam mengusut kasus tersebut.

“Prosesnya kita kombain melakukan pemantauan dan perkembangan dengan cara KPAI dan sekolah dengan cara sekolah. Party ini menjadi isu sensitif karena dikaitkan dengan UN. Kita juga konsen pada party lain yang berpotensi memicu free sex, narkoba, eksploitasi anak dan lainnya,” tandasnya.

Exit mobile version