PRT Bunuh Balita, KPAI: Indonesia Belum Terapkan Standarisasi

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menilai kasus tewasnya balita 3 tahun oleh pekerja rumah tangga (PRT) bernama Sani (29) Desa Cikande, Serang, Banten, dipicu karena tak ada standarisasi PRT. Menurut KPAI pengasuh anak harus memiliki kasih sayang dan mengetahui psikologi anak.

Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra, mengatakan sampai saat ini standarisasi PRT belum diterapkan di Indonesia, karena selama ini PRT dimasukkan dalam kategori pekerjaan non-formal.

“Apalagi diambil komunikasi yang dilakukan orang tua dengan yang bersangkutan (PRT) bukan melalui lembaga,” kata Jasra kepada Kriminologi.id, Kamis, 2 Agustus 2018.

Jasra menerangkan, empat bulan yang lalu pihak KPAI sudah melakukan pertemuan dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk membahas kasus PRT yang melakukan kekerasan.

“Memang ada konsekuensi keluarga merogoh kocek lebih besar, gaji PRT akan sesuai UMP (upah minimum provinsi). Tapi kalo itu untuk perlindungan anak dan merasa nyaman maka harus dilakukan. Katanya kalo diregulasi akan menyuiltkan bagi keluarga,” kata Jasra.

Selain itu menurut Jasra pihak KPAI juga menghimbau orang tua selektif sebelum mengambil PRT. Kata dia orang tua harus mengetahui keterampilan pengasuhan.

Diberitakan sebelumnya, pembunuhan dilakukan Pekerja Rumah Tangga atau PRT bernama Sani (29) terhadap balita berusia 3 tahun Desa Cikande, Serang, Banten, Selasa, 31 Juli 2018. Pelaku bukan hanya semata-mata emosi melihat anak majikannya yang rewel dan tak bisa tidur. 

Penganiayaan hingga berujung kematian ini dilakukan Sani karena dendam terhadap majikan yang melarang dirinya berpacaran. Larangan itu membuat Sani sakit hati.

Pelaku memukul anak majikannya di bagian rahang sebanyak satu kali. Kemudian, PRT itu kembali menganiaya korban di bagian lengan kanan korban dan berujung dimasukkan ke dalam ember berisi air dalam posisi kaki berada di atas alias terbalik.

Exit mobile version