RAKORNAS GUGUS TUGAS PPTPPO DAN KPAI; SOROTI ANAK KORBAN TPPO DAN EKSPLOITASI

FGD tentang Koordinasi Nasional Gugus Tugas TPPO Berbasis Pengawasan Anak Korban TPPO dan Eksploitasi (08/12/2022)

Jakarta – Hasil pengawasan yang dilakukan KPAI menyebutkan bahwa masih banyak kasus anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) untuk tujuan eksploitasi seksual dan ekonomi. Data KPAI 2022 menyebutkan klastertertinggi kasus sepanjang Januari sampai dengan September sebanyak 732 kasus yakni Anak Korban Tindak Pidana Kejahatan Seksual.

Angka tersebut meliputi 573 Kasus Anak Korban Kejahatan Seksual, 53 Kasus Anak Korban Eksploitasi Ekonomi dan/atau Seksual, 58 Kasus Anak Korban Pornografi dan Cyber Crime, 35 Kasus Anak Korban Child Traficking, dan 3 Kasus Anak Korban Aborsi.

Trafficking merupakan suatu kejahatan transnasional yang marak terjadi, tindak kejahatannya sering dilakukan bukanhanya antar daerah, melainkan dengan melintasi batas Negara. Indonesia perlu terus meningkatkan kebijakan untuk mencegah dan menangani kasus perdagangan anak dengan melibatkan seluruh komponen Kementerian dan Lembaga serta masyarakat dalam upaya melindungi anak-anak agar tidak menjadi sasaran dalam eksploitasi perdagangan anak ini, tutur Ketua KPAI Susanto pada saat membuka Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan KPAI, Kamis (08/12/2022) di Jakarta.

FGD tentang Koordinasi Nasional Gugus Tugas TPPO Berbasis Pengawasan Anak Korban TPPO dan Eksploitasi dipimpin langsung oleh Ketua KPAI, Susanto. Hadir sebagaiNarasumber Anggota KPAI Ai Maryati Solihah, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ratna Susianawati, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Kombes Pol Imam Kabut Sariadi. Dan juga hadir peserta dari beberapa stakeholder terkait. FGD tersebut dimoderatori oleh Sander Dicky Zulkarnaen.

Dalam paparannya Ai menyampaikan, sejalan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO menegaskan Aparat Penegah Hukum (APH) dalam mengusut tuntas TPPO. Namun pada pelaksanaannya, masih banyak ditemukan kendala bagi APH dalam mengidentifikasi unsur pidana TPPO pada kasus anak. Selain itu, dalam konteks rehabilitasi Ai juga memaparkanmasih belum tersedianya Rumah Aman/shelter untukrehabilitasi anak korban TPPO dan Eksploitasi di berbagaidaerah, Sarpras yang belum terstandarisasi dan minimnyaSDM yang akan mendukung percepatan pemulihan korban.

Oleh karena itu penting dilakukan koordinasi nasional Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) untuk menyampaikan hasil pengawasan kasus-kasus anak korban TPPO dan Eksploitasi serta memberikan masukan dan usulan terhadap ketua harian GT PP TPPO, ujar Ai.

Menurut Femmy, banyak tantangan dalam pencegahan dan penanganan TPPO seperti banyaknya pemalsuan paspor karena perbedaan data, selain itu fasilitas penanganan korban TPPO berbeda disetiap Negara, terutama terkait dengan anggaran dan kebijakan. Untuk itu diperlukan adanya pengaturan khusus mengenai TPPO dalam perjanjian bilateral dengan Negara penempatan, tambahnya.

Sementara menurut Ratna Susianawati Isu TPPO belum menjadi isu prioritas dan komitmen dalam perumusan program dan kebijakan. Data dan informasi TPPO juga belum terintegrasi antar semua Kementerian/Lembaga dan Daerah. Selain itu juga konvergensi program dan anggaran antara Kementerian/Lembaga dan Daerah yang belum optimal menjadi tantangan tersendiri, tutur Ratna Susianawati dalam paparannya.

Upaya-upaya terkait pencegahan dan pemberantasan TPPO juga telah dilakukan POLRI baik melalui dukungan anggaran, SDM maupun infrastruktur. Selain itu juga advokasi, sosialisasi, pelatihan bagi penyidik TPPO di Pusdik Reskrim.

Dalam paparannya Kombes Pol Imam juga menyampaikan bentuk kerjasama yang telah dilakukan POLRI baik tingkat Nasional maupun Internasional sebagai upaya yang tidak kalah penting dalam pencegahan dan pemberantasan TPPO.

Tentu dalam penanganan TPPO ini banyak ditemui kendala antara lain perbedaan persepsi diantara APH (saksi korban sebagai alat bukti, tentang delik formil atau materiil) juga lemahnya koordinasi Lintas Sektor (Riksa saat penjemputan, pengantaran). Saran dan masukan kami agar penegakan hukum menjadi upaya terakhir (Ultimum Remidium) dalam penanganan TPPO sehingga harus lebih mengutamakan fungsi pencegahan sebelum timbulnya korban, tutur Kombes Pol Imam.

Dalam FGD ini dihasilkan beberapa rekomendasi sebagai usulan dan masukan terhadap Kementerian/Lembaga pelaksana GT PP TPPO yakni :

  1. Gugus Tugas PP TPPO Pusat melalui Kemendagrimendorong pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota yang belum membentuk Gugus Tugas TPPO Provinsi/Kabupaten/Kota untuk segera membentuk sebagaimana diamanatkan dalam Perpres 22 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas PP TPPO.
  2. ​Gugus Tugas PP TPPO Pusat melalui Kemendagrimendorong pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota untuk meningkatkan kapasitas melalui alokasi anggaran khusus terkait pencegahan dan penanganan TPPO yang digunakan untuk memperkuat SDM dan penguatan kelembagaan.
  3. ​Gugus Tugas PP TPPO melakukan peningkatan kapasitas bagi APH dan penyedia layanan bagi korban TPPO secara terpadu.
  4. ​APH membantu dan memfasilitasi terlaksananya permohonan hak restitusi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  5. ​Gugus Tugas PP TPPO khususnya sub-gugus tugas pengembangan norma hukum untuk mengkaji ulang terkait penerapan restitusi dan pelaksanaannya untuk mendorong revisi  UU Nomor 21 Tahun 2007.
  6. ​Gugus Tugas PP TPPO melibatkan mitra pembangunan dalam pencegahan TPPO.
  7. ​Gugus Tugas PP TPPO khususnya sub-gugus tugas koordinasi dan kerja sama mendorong kerja sama internasional baik di forum bilateral, regional, dan multilateral untuk memastikan program pencegahan dan penanganan TPPO.
  8. ​Gugus Tugas PP TPPO mengoptimalkan koordinasi dan sinergi dalam penanganan,  monitoring kasus antar daerah dalam mengefektifkan perlindungan anak korban TPPO.
  9. ​APH mengintegrasikan proses hukum TPPO dan perlunya penambahan undang-undang berlapis Tindak Pidana Pencucian Uang.

Harapannya dengan FGD ini dapat meningkatkan efektifitaspenyelenggaraan pencegahan dan penanganan Anak Korban TPPPO dan Ekploitasi melalui sinergi dengan GT PP TPPO serta terbangunnya percepatan koordinasi dan advokasi, tutup Ai Maryati Solihah. (Kn/Ed:Am)

Exit mobile version