RS Harapan Bunda Mangkir Bertemu KPAI

Jakarta – Pihak Rumah Sakit Harapan Bunda mangkir dari panggilan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Rabu, 27 Juli lalu. Rencananya pertemuan itu untuk memediasi pihak rumah sakit dengan orangtua korban yang terpapar vaksin palsu.

Menurut Komisioner Penanggungjawab Bidang Kesehatan KPAI, Titik Haryanti, alasan pihak rumah sakit tidak hadir karena merasa tidak menerima surat undangan pertemuan mediasi.

“Padahal, surat tersebut langsung kami berikan ke rumah sakit. Tidak melalui kata titik.

Titik menyangkan sikap rumah sakit yang mangkir dari panggilan tersebut. Menurutnya jika memang pihak rumah sakit tidak merasa salah, dia harus segera mengkonfirmasi hal tersebut kepada publik

“Kalau sikapnya seperti itu, bukan tidak mungkin publik akan semakin berprasangka buruk,” katanya.

Titik juga mengatakan akan segera memanggil ulang untuk pertemuan mediasi. Namun jika pihak rumah sakit tetap mangkir dan menolak melakukan mediasi maka pihak KPAI bekerjasama dengan Aliansi Orangtua Korban Vaksin Palsu akan segera bertindak melalui jalur hukum.

“Kami akan laporkan ini ke pihak kepolisian, bukan tidak mungkin ijin praktek rumah sakit bisa langsung dicabut,” katanya.

Sebelumnya, Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh menjelaskan tujuan mediasi. 

“Ini dilakukan untuk membangun kembali komunikasi yang sempat buntu antara mereka (orang tua korban) dengan rumah sakit, sehingga nantinya ada persamaan persepsi antara kedua belah pihak,” kata Asrorun di kantor KPAI, Jakarta, Kamis (21/7).

Mediasi tersebut juga untuk mengetahui tindak lanjut yang akan dilakukan setelah vaksinasi ulang terhadap anak-anak. Kepastian keselamatan anak setelah divaksin ulang harus dilakukan karena, tidak menutup kemungkinan akan muncul efek samping jika terbukti adanya kelebihan dalam penggunaan dosis vaksin.

“Rekam medis dan medical check up untuk anak dipastikan harus ada,” katanya. 

Mediasi juga akan melibatkan lembaga-lembaga lain seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesiua, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan Farmasi.

Ke depan Asrorun berharap pemerintah tidak bertindak gegabah ketika mengeluarkan nama-nama anak yang diduga terdampak vaksin sebelum melakukan validasi data.

Exit mobile version