SINERGI MEWUJUDKAN INDONESIA BEBAS PEKERJA ANAK DAN PENGHAPUSAN PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK (PBPTA)

(FGD) Koordinasi Hasil Pengawasan Road Map Indonesia Bebas Pekerja Anak dan Evaluasi Implementasi Kepres No.59 Tahun 2002 tentang RAN PBPTA, Kamis (1/9/2022)

Jakarta, – Anak merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki hak asasi dan hak dasar sejak dalam kandungan. Hingga saat ini tidak semua anak mendapatkan pemenuhan hak dasar secara optimal. Faktor ekonomi dan tingkat pendidikan menjadikan anak sebagai objek utilitas perekonomian keluarga, sehingga anak terpaksa bekerja dalam situasi terburuk. Hal ini menjadi tantangan bagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) seiring dengan banyaknya laporan yang masuk terkait kasus pekerja anak dan Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA). Menjadi penting untuk bersinergi bersama Kementerian/Lembaga, Aparat Penegak Hukum (APH) dan mitra lembaga melalui Focus Group Discussion (FGD) Koordinasi Hasil Pengawasan Road Map Indonesia Bebas Pekerja Anak dan Evaluasi Implementasi Kepres No.59 Tahun 2002 tentang RAN PBPTA. FGD tersebut diselenggarakan secara luring dan daring, di Novotel Gajah Mada, Jakarta, Kamis (01/9/2022).

DOC: HUMAS KPAI

FGD tersebut dipimpin oleh Ketua KPAI, Dr. Susanto, MA. Turut hadir sebagai pemateri, anggota KPAI Ai Maryati Solihah, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjend Binwasnaker & K3 Kemenaker RI)  Yuli Adiratna dan  Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek RI) Subiyantoro.

Dalam sambutannya, Susanto menegaskan perlunya perhatian serius serta sinergi yang kuat dalam melakukan penanganan terhadap kasus-kasus eksploitasi terhadap anak. Selain itu, pengawasan yang masif sebagai upaya perlindungan khusus anak pada sektor industri pariwisata, guna mereduksi tingkat pelanggaran hak anak dalam Praktik Kerja Lapangan (PKL) siswa-siswi SMK khususnya yang melakukan magang baik di dalam maupun di luar negeri.

Sementara itu, Ai Maryatai dalam paparannya menyampaikan bahwa dalam klaster 5 Konvensi Hak Anak perlindungan pekerja anak, anak-anak dalam bentuk pekerjaan terburuk anak masuk dalam katagori anak membutuhkan perlindungan khusus anak (PKA). Secara umum, saat ini sudah banyak kemajuan dalam regulasi terutama Undang-Undang Perlindungan Anak, namun kita perlu melakukan pengawasan dengan cross cuttingpayung hukum lain seperti Undang-Undang ketenagakerjaan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Permenaker No.6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan Dalam Negeri  dan Permendikbud No.50 Tahun 2020 tentang Praktik Kerja Lapangan Bagi Peserta Didik yang saat ini mulai mendapat tantangan adanya laporan kasus indikasi eksploitasi pada anak didik.

Yuli pun menambahkan bahwa seluruh pihak perlu mendalami Praktik Kerja Lapangan/PKL itu sendiri, sebenarnya ada prinsip simbiosis mutualisme. “Kita berharap jangan sampai menjadi parasitisme. Kita ketahui bahwa PKL rata-rata 3 bulan. Dari perspektif pengusaha adanya tambahan SDM tanpa harus mengeluarkan gaji, cukup dengan uang transportasi. Dari perpektif perlindungan anak: kita harus menjaga agar kondisi ini tidak terjadi. Kita kuatkan koordinasi kerja sama, pengembangan kebijakan, perluas jangkauan aksi, serta mobilisasi sumberdaya dengan tujuan besar Indonesia bebas pekerja anak.”

Demikian halnya, pandangan Subiyantoro terkait PKL dan magang ini masih terlihat adanya irisan yang masih perlu seimbangkan antara dunia pendidikan yang ingin meningkatkan kapasitas dan kemampuan peserta didik sebagai calon pekerja di masa mendatang dengan pelaku dunia usaha. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Kemendikbud Ristek RI guna mencapai tujuan pendidikan nasional. Secara umum, Subiyantoro juga menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan semua regulasi terkait PKL ini direvisi, jika tidak memungkinakan, maka perlu dibuat aturan turunan terkait petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari Permendikbud No. 50 Tahun 2020 tentang Praktik Kerja Lapangan Bagi Peserta Didik.

Dalam observasi KPAI tahun 2020 mengenai situasi anak dalam BPTA di 19 Kota/Kabupaten, terdapat 160 anak yang mengalami situasi buruk yakni anak yang dilacurkan, anak sebagai pemulung, anak sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT), anak jalanan, dan anak-anak yang bekerja di sektor pertanian. Selanjutnya, data pengaduan KPAI 2021 menunjukkan bahwa terdapat 147 Kasus terkait Anak Korban Eksploitasi Ekonomi dan/atau Seksual. Untuk itu KPAI mengeluarkan rekomendasi pada Tahun 2021 salah satunya adalah penarikan 7 (tujuh) orang anak yang menjadi pekerja anak di sebuah pabrik di Kabupaten Bogor oleh Disnaker Jawa Barat.

Tren kasus pekerja anak mengalami perluasan pada Tahun 2022 yakni tentang adanya dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak anak pada praktik permagangan dalam negeri khususnya pada Praktik Kerja Lapangan (PKL) SMK. Temuan ini hendaknya menjadi perhatian atas implementasi Permendikbud No. 50 Tahun 2020 tentang Praktik Kerja Lapangan (PKL) dan Permenaker No. 6 Tahun 2020 yang mengatur tentang praktik permagangan dalam negeri. Hal ini sekaligus menjadi catatan terhadap Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (RAN PBPTA) yang menargetkan tahun 2022 merupakan capaian road mapIndonesia bebas pekerja anak dan penghapusan anak dalam PBPTA. (Tr/Ed:Kn)

 

Exit mobile version