SINERGI TRIPUSAT PENDIDIKAN: BANGUN PARTISIPASI ANAK DAN AKHIRI KEKERASAN KEPADA ANAK PADA SATUAN PENDIDIKAN

Jakarta, – Tercatat 64 aduan kasus kekerasan terhadap anak di satuan pendidikan telah diterima KPAI sepanjang 2023 (Pusdatin KPAI, 2023). Bentuk-bentuk kekerasan yang sering terjadi pada satuan pendidikan antara lain fisik, bullying/perundungan, seksual, korban diskriminasi kebijakan satuan pendidikan hingga kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperhatikan prinsip hak partisipasi anak.

Berbagai upaya telah dilakukan KPAI baik melalui koordinasi dengan beberapa pihak terkait, juga melakukan pengawasan langsung terhadap berbagai kasus pelanggaran perlindungan anak pada satuan pendidikan.

Upaya tersebut antara lain adalah KPAI merekomendasikan kepada Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk dapat memfasilitasi lintas kementerian/lembaga penyelenggara pendidikan baik umum maupun keagamaan agar dapat melakukan aksi nyata yang kolaboratif dan sinergis.

Ketua KPAI dalam konferensi pers terkait kasus kekerasan terhadap anak pada satuan pendidikan

Aksi nyata dalam pencegahan kekerasan pada satuan pendidikan adalah dengan menyepakati kebijakan bersama lintas kementerian/lembaga serta mengupayakan langkah pencegahan dan penanganan bersama, penting juga untuk menyusun program berkesinambungan secara sistemik dan massif, ucap Ketua KPAI Ai Maryati Solihah pada saat Konferensi Pers.

Konferensi pers tersebut dilaksanakan di gedung KPAI lantai 3 pada, Jumat (05/05/2023) dan dipimpin langsung oleh Ketua KPAI serta dihadiri Wakil Ketua KPAI, Anggota dan media baik online/cetak/elektronik. Dalam konferensi pers tersebut KPAI menyampaikan hasil pengawasan dan rekomendasi tentang kasus kekerasan terhadap anak di satuan pendidikan.

Selain memberikan rekomendasi dan melakukan pengawasan langsung, KPAI juga melakukan mediasi terkait tunggakan SPP, mutasi siswa, permasalahan KJP, re-gruping satuan pendidikan.

Dalam sambutannya Ai Maryati Solihah menyampaikan keprihatinannya atas terjadinya pelanggaran pemenuhan hak anak di bidang pendidikan.

KPAI menyampaikan turut prihatin dan mengajak semua pihak khususnya Tri Pusat Pendidikan dalam hal ini yakni orang tua, satuan pendidikan, masyarakat untuk bersama-sama membangun sinergi partisipasi anak dan tentunya mengakhiri kekerasan terhadap anak pada satuan pendidikan dengan melakukan berbagai upaya pencegahan, ucapnya.

Anak adalah generasi penerus bangsa yang berhak mendapatkan pengajaran, karena anak melalui layanan pendidikan terbaik akan mewarnai kemajuan bangsa dan negaranya. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.

Selain itu, anak berhak atas perlindungan yang efektif pada satuan pendidikan sebagaimana amanat Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa “Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengatakan, bahwa upaya pencegahan dapat juga dilakukan dengan memberikan pendampingan. Pendampingan ini dapat berupa sosialisasi perlindungan anak, pelatihan satuan pendidikan ramah anak, pelatihan konvensi hak anak, pendampingan psikososial, rehabilitasi sosial, re-integrasi sosial, hingga pendampingan hukum jika dibutuhkan.

Maka bentuk upaya tersebut dapat didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia kepada perwakilan dinas terkait di daerah untuk terlibat aktif melakukan pendampingan kepada satuan pendidikan, baik di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maupun di bawah Kementerian Agama, lanjut Jasra.

“Mari berkomitmen bersama untuk mengakhiri tiga dosa besar pendidikan dengan lebih aktif mencari solusi dalam kasus perundungan/bullying, kekerasan seksual, dan inteloransi,” pungkas Anggota KPAI Aris Adi Leksono.

Dalam mengakhiri tiga dosa besar pendidikan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bersama Kementerian Agama RI agar lebih aktif mencari solusi dengan memassifkan program pencegahan, penguatan SDM perlindungan anak, pengembangan kurikulum, pelatihan pengasuhan oleh guru/ustadz, dukungan sarana pra-sarana, program satuan pendidikan ramah anak dan lain-lainnya.

“Tetapi selain komitmen kementerian/lembaga, organisasi kemasyarakatan yang masuk dalam layanan pendidikan juga harus berkomitmen dan berperan aktif untuk membina satuan pendidikan di bawahnya agar mengimplementasikan pendidikan ramah anak, melindungi anak, serta mengakhiri kekerasan pada satuan pendidikan, apapun itu bentuknya,” kata Anggota KPAI Dian Sasmita.

Upaya tersebut sebagai bagian dalam mewujudkan satuan pendidikan ramah anak, maka komitmen dapat dilakukan dengan menegakkan tata tertib, norma, serta etika pergaulan dan pengasuhan terkait perlindungan anak.

“Kolaborasi dengan dinas terkait perlindungan anak, lembaga konseling, penegak hukum, dinas kesehatan, dan lainnya dapat menjadi upaya dalam mewujudkan satuan pendidikan ramah anak,” sambung Anggota KPAI Diyah Puspitarini.

Satuan Pendidikan, baik umum atau keagamaan agar membuka kolaborasi bersama sebagai upaya mewujudkan satuan pendidikan ramah anak. Penting juga program literasi digital ramah anak bagi peserta didik untuk dimassifkan mengingat melimpahnya sumber informasi dalam proses pendidikan.

“Layanan kesehatan baik fisik maupun jiwa harus dapat dipastikan, sehingga pemerintah dan satuan pendidikan dapat menyiapkan UKS yang layak untuk mengadakan cek kesehatan berkala,” tutup Anggota KPAI Kawiyan.

Lebih lanjut, satuan pendidikan bersama komite harus bersinergi intensif untuk mengawasi lingkungan anak dan memberikan edukasi pengasuhan (parenting) kepada orang tua/wali peserta didik. Selain itu juga kontrol media sosial anak dengan memberikan perhatian kepada anak secara mendalam. (Kn/Ed:Rv)

Humas KPAI – 081380890405

Exit mobile version