Soal Petisi Penolakan, Komisioner KPAI Erlinda: Itu Fitnah Kejam

Jakarta – Muncul petisi penolakan terhadap Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda. Kini Erlinda menanggapi petisi yang menolak dirinya menjadi komisioner lagi untuk masa jabatan 2017-2022.

Erlinda menilai petisi itu memuat fitnah yang kejam. Fitnah itu menurutnya bukan lagi hanya sebatas soal dirinya, namun juga menyangkut KPAI sebagai lembaga. Maka fitnah itu harus dihentikan.

“Saya Erlinda difitnah secara kejam, karena ini menyangkut juga nama besar lembaga saya. Saya hanya bilang, tolong hentikan semua ini. Ini tidak baik. Ini tidak mendidik sama sekali,” kata Erlinda kepada detikcom, Sabtu (17/12/2016).

Sejumlah poin dikemukakan dalam petisi itu. Mulai dari Erlinda yang tak menindaklanjuti dengan baik laporan seorang ibu berinisial YV, kriminalisasi Erlinda terhadap YV dan pihak lain, masalah pernyataan Erlinda soal kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS), hingga sikap Erlinda yang dinilai melecehkan korban perkosaan untuk melakukan aborsi.

Awalya Erlinda tersenyum santai menanggapi petisi ini, namun kemudian dia beranjak serius. Petisi itu dibikin oleh Jaringan Masyarakat Peduli Anak Indonesia (JPMAI). Menurut Erlinda, petisi itu ditunggangi oleh kepentingan YV dan kawan-kawan yang tak suka terhadap dirinya.

“Ibu YV sebaiknya dites kejiwaannya, karena sangat merugikan dua anak kembarnya. Masing-masing berumur 13 tahun. Kasihan dua anak kembar ini karena hak-haknya direnggut oleh ibunya,” kata Erlinda.

Dia menjelaskan, YV adalah seorang ibu yang sedih, dia mengadu ke KPAI soal hak asuh anak. YV sudah bercerai dengan suaminya. Menurut petisi itu, Erlinda bertemu dengan mantan suami YV secara sembunyi-sembunyi membuat kesepakatan bahwa kasus ini tidak bisa ditindaklanjuti. YV mengadu ke berbagai pihak, termasuk ke Kantor Staf Presiden, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Komisi VIII DPR.

KPAI sendiri menyatakan kasus itu sudah tidak bisa ditindaklanjuti. Erlinda menjelaskan, perkara hak asuh anak adalah urusan pengadilan dan bukan KPAI.

“Ada konspirasi YV, dia mengirimkan email ke Komisi VIII DPR dan meminta saya dipecat secara tidak hormat dari KPAI. Saya jadi mendapat punishment dari Komisi VIII DPR pada 2015 karena dianggap tidak bisa menindaklanjuti aduan. Akibatnya, KPAI yang seharusnya mendapat anggaran Rp 25 miliar kemudian menjadi mendapat 15 miliar di 2016 ini. Tapi kami tetap solid,” kata Erlinda.

Soal tuduhan kriminalisasi terhadap YV, Erlinda menampiknya. “Tak mungkin lah saya mengkriminalisasi,” kata dia. Dia juga menyatakan tudingan dirinya bertemu diam-diam dengan mantan suami YV adalah fitnah belaka. Soal tindakan baku hantam, Erlinda menjelaskan kejadian sebenarnya adalah YV hampir mencekik lehernya.

“Beliau pernah nyaris mencekik saya. Ini sudah jahat sekali. Namun sampai saat ini saya tidak pernah membalasnya,” kata Erlinda.

Beralih ke hal lain yang menjadi poin dalam petisi itu, yakni soal pernyataan yang dinilai melecehkan korban pemerkosaan untuk aborsi, Erlinda menyatakan tak pernah bermaksud melecehkan. Dia ingat, ini adalah respons pihak tertentu atas tanggapannya terhadap Undang-undang Kesehatan yang memuat isu aborsi. Tanggapannya itu dimuat pada tayangan salah satu stasiun televisi swasta pada 2014. Saat itu Erlinda mengaku memang tersenyum mengakhiri tanggapan, namun senyuman itu disalahartikan sebagai pelecehan. Padahal itu adalah senyum sekadarnya saja.

“Saya katakan aborsi itu bagus sekali untuk orang-orang yang korban kekerasan seksual. Tapi itu tidak berlaku untuk pekerja seks komersial. Dan saya tutup tanggapan saya dengan senyuman. Nah, senyuman saya itu dianggap melecehkan,” kata Erlinda.

Dia mendasarkan pendapatnya pada Undang-undang Perlindungan Anak yang menjamin hak hidup anak. Dalam diskursus aborsi, pandangan Erlinda bisa dikategorikan sebagai ‘pro life’. Sedangkan pihak yang setuju aborsi sebagai pilihan independen kaum perempuan adalah pandangan ‘pro choice’.

“Untuk kami, aborsi itu bukan pilihan,” kata Erlinda.

Soal pernyataannya soal kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak-anak di JIS, disebutkan di petisi bahwa Erlinda telah bias dan melontarkan pernyataan sensitif. Dia, dalam petisi yang ditautkan di situ, mengatakan bahwa siswa-siswa JIS berada dalam area yang mengadopsi lingkungan Barat, contohnya seks bebas atau berciuman di muka umum.

Erlinda menyatakan saat itu, yakni pada 2014, dia hanya menyampaikan kembali apa yang diutarakan oleh Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) saat itu, Lydia Freyani Hawadi. “Waktu itu saya hanya meng-copy paste beliau,” kata Erlinda.

Erlinda lantas menunjukkan, selain petisi menolak dirinya, ada pula petisi yang mendukung dirinya. “Pendukung saya juga ada yang membuat petisi di change.org dan petisi online,” ujar Erlinda.

Namun demikian, dirinya akan menerima saja bila tak terpilih lagi menjadi komisioner KPAI di periode berikutnya. “Saya rela dan ikhlas bila saya tidak di komisioner KPAI lagi. Yang penting ke depan komisioner KPAI bisa tetap memperjuangkan ideologi dan norma kita,” kata Erlinda.
(dnu/dhn)

Exit mobile version