Jakarta – Memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional tanggal 26 Juni 2024, Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman Republik Indonesia (ORI), serta Komisi Nasional Disabilitas (KND) menyelenggarakan media briefing dengan tema “Stop Penyiksaan, Tegakkan HAM” di Jakarta, pada Senin (24/06/2024).
Negara memiliki kewajiban menjamin setiap warganya untuk dapat bebas dari penyiksaan dan mendapatkan perlindungan hukum dari berbagai bentuk ancaman. Oleh karena itu, 6 lembaga negara yang tergabung dalam KuPP mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT).
Dian Sasmita selaku Anggota KPAI sekaligus pengampu klaster Anak Berhadapan Hukum dan Anak Korban Kejahatan Seksual, menegaskan bahwa penyiksaan terhadap anak tidak bisa dianggap sepele, karena setiap penderitaan yang terjadi pada anak itu dampaknya tidak hanya ketika kejadian saja, namun ada dampak panjang yang mempengaruhi kehidupan anak di masa yang akan datang, selama 2024, KPAI telah menerima 4 laporan pengaduan mengenai kasus anak sebagai korban pemenuhan hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, lanjut Dian.
Dian juga menambahkan bahwa negara perlu berkomitmen terhadap berbagai upaya pencegahan agar penyiksaan, khususnya terhadap anak dapat diminimalisir atau dihentikan. Hal ini sejalan dengan Amanah Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang mengatur secara tegas bahwa anak harus diperlakukan secara manusiawi dan dijauhkan dari bentuk-bentuk kekejaman yang tidak manusiawi.
Sementara itu dalam sambutannya Andy Yentriyani selaku Ketua Komnas Perempuan mengatakan bahwa langkah meratifikasi OPCAT tentunya bagian dari penegasan dalam komitmen negara untuk dapat melindungi HAM, tentunya bahwa peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu tidak boleh berulang kembali di masa kini.
“KuPP sebagai sebuah upaya kolaborasi antar lembaga yang bertujuan untuk mendesak agar pemerintah dapat segera meratifikasi, karena OPCAT tersebut akan menjadi dokumen tambahan dari konvensi menentang penyiksaan dan didalamnya mengatur cukup detail tentang mekanisme pencegahan penyiksaan,” lanjutnya.
Sebelumnya, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Namun aturan tersebut belum berjalan secara maksimal, dikarenakan saat ini masih banyak peristiwa atau kasus penyiksaan yang terjadi.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak juga Undang-Undang SPPA tegas menyatakan bahwa anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran strategis yang wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, untuk itu pemerintah perlu memastikan bahwa aparat penegak hukum telah menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tutup Dian. (Rv/Ed:Kn)
Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405