SUNAT LASER MEMBUKTIKAN ANAK MUDAH MENJADI KORBAN BERKEPANJANGAN DARI PRODUK YANG SANGAT BERESIKO

Perlindungan  anak di bidang industri produk, obat dan makanan, tindakan jasa kesehatan dan aksesiorisnya masih menempatkan anak-anak di wilayah yang memiliki potensi resiko tinggi berkepanjangan yang dapat mengancam masa depan anak. Hal ini disimpulkan Jasra Putra Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi KPAI setelah mendengarkan paparan dari Dokter Urologi dalam Seminar Dampak Sunat Laser (4/3) karena berakibat pada ganguan syaraf yang parah.

Anak-anak menjalani tumbuh kembang, terutama hak kesehatan, yang mempertimbangkan kepentingan terbaik anak kedepannya, masih belum sepenuhnya bisa dijalankan, sebagaimana mandat Undang Undang Kesehatan dan Undang Undang Perlindungan Anak, yang didalamnya menyatakan anak berhak mendapatkan perlindungan dan usaha yang optimal dalam pemenuhan hak kesehatannya.

Dalam diskusi tersebut, dr. Arry Rodjani SpU (K) mengatakan, yang dianggap sebagai sunat laser tidak menggunakan energi cahaya, namun menggunakan energi panas dengan menggunakan alat electrocautery untuk memotong jaringan, koagulasi dan diseksi. Pada penggunaan cautery (sunat laser), arus listrik langsung menuju jaringan penis dan bila preputium dipotong dengan kauter dapat terjadi total phallic loss atau gangguan saraf yang parah. Oleh karenanya, sebelum sirkumsisi/sunat yang perlu diperhatikan adalah indikasi dan kontradiksi.

Pada sunat dengan alat ini, energi listrik diarahkan langsung menuju jaringan penis, dimana berisiko menyebabkan terbakarnya jaringan sampai ke glans penis dan dapat menyebabkan luka bakar yg hebat dan berakhir dengan teramputasinya glans penis (total phalic loss) terutama bila saat kulup dipotong terjadi kontak antara kauter dengan klem. Umumnya alasan menggunakan alat ini adalah dapat melakukan sunat dengan lebih cepat dan resiko perdarahan yang lebih sedikit, namun mengingat bahaya yang dapat terjadi sangat serius dan umumnya berakhir dengan kerusakan jaringan yang tidak dapat diperbaiki, sudah seharusnya tehnik sunat ini tidak boleh dilakukan.

Tawaran lebih praktis pada tindakan sunat laser dibanding metode cara sunat lainnya, telah melupakan faktor yang paling beresiko pada anak mereka. Lalu atas ketidakpahaman orang tua Ini, yang bertanggung jawab siapa?  Pada penjualan produk yang sangat beresiko untuk anak anak.

Untuk Itulah, Jasra melihat disini, tahapan pengawasan produk untuk anak, perlu direview atau diperbaiki kembali,  tanpa mengatakan bahwa pengawasan Itu tidak ada. Karena sudah selama itu praktek sunat laser, tanpa penjelasannya, bahwa ditemukan resiko yang tinggi. Bayangkan? Kenapa lebih muncul iklan kemudahannya dan praktis atas sunat laser, dibanding resiko yang disebut Dokter dapat menyebabkan ganguan syaraf parah kedepannya. Tanpa harus bilang ‘bisnis apa yang menempatkan anak-anak pada derita berkepanjangan.

Sehingga tidak mendahulukan informasi beresiko.  Padahal yang kita tahu dalam SOP tindakan medis, biasanya ada inform consent sebelumnya yang disampaikan faktor resiko, tapi yang ini orang tua dimabukkan dengan iklannya, sehingga hak konsumen hilang, makanya saya bertanya siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya informasi konsumen atas praktek sunat laser yang beresiko tinggi.

Jasra menyarankan agar sebelum sebuah produk dijual ke anak-anak, Ada Organisasi profesi yang melindungi dan bertanggung jawab. Sehingga negara ini tidak menempatkan masa depan generasinya di tempat  terburuk.

Selama ini Jasra melihat, lembaga pengawalan dan pengawasan konsumen lebih banyak memotret produk orang dewasa, karena mereka lebih mudah menyuarakannya, dan kesadaran atas produk tinggi, yang membuat mereka, memilih dan berhati hati atas produk yang dipakai. Tetapi untuk anak anak, hal itu tidak mudah dijalankan. Kisah sunat laser menyatakan dan menempatkan anak-anak dalam resiko berkepanjangan.

Menurut Jasra, belum adanya lembaga konsumen yang secara khusus mengawasi produk anak, menyebabkan itu terjadi. Padahal produk yang menyasar anak-anak lebih beragam dan tersegmen,  dengan potensi pasar  84 juta anak Indonesia. Hal ini yang menyebabkan produk anak lebih beragam dibanding orang dewasa dan konsumsinya lebih tinggi dari orang dewasa.

Untuk itu lembaga pengawas yang sekarang belum cukup, perlu inisiatif gerakan masyarakat untuk mengimbanginya.  Agar pengawasan produk dan regulasinya dapat terawasi dengan baik.  

Artinya dengan kekhawatiran para dokter, apakah kemudian kita bisa mengukur berapa anak yang telah menjadi beresiko atas praktek ini? bagaimana perkembangan mereka sekarang? Saya kira penting memunculkan pertanyaan kritis Ini, agar bisa sama sama kita cegah, bila ada anak yang beresiko tinggi. Lalu melapor kemana?

Jasra sekali lagi sangat menyayangkan kekhawatiran ini terjadi, setelah prakteknya sekian lama. Sekali lagi pemerintah dan perusahaan yang menyasar anak, masih sangat membutuhkan partner pengimbang pengawasan pemakaian produknya dilapangan. Apalagi perkembangan industri ini sangat cepat, dengan berkembangnya industri,  teknologi, olahan berbagai produk makanan, obat-obatan jasa kesehatan serta aksesiorisnya. Ditambah didukung sarana teknologi yang lebih mudah dan jasa online. Tentu akan lebih mudah lagi orang tua memberikan pada anak. Untuk itu, bila ada orang tua yang merasa pasca sunat laser ada ganguan syaraf Anak,  seperti yang disampaikan dokter tadi,  dapat melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia di Jalan Teuku Umar No. 10-12, Gondangdia, Menteng, Kota Jakarta Pusat. Pengaduan juga bisa melalui telepon kantor KPAI di 021-31901556. Bila ingin melampirkan kronologi atau dokumen dapat mengirimkan melalui email ke pengaduan@kpai.go.id atau menghubungi Whatsapp di 08111772273.

Terima kasih

Jasra Putra

Komisioner KPAI

Kadivwasmonev KPAI (0821 1219 3515)

Exit mobile version