Tangkap Terduga Teroris Saat Antar Anak Sekolah, KPAI Kritik Densus 88

Detasemen Khusus (Densus) 88 menangkap seorang pria terduga teroris berinisial MK (34) di Desa Pagersari, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada Selasa 24 Oktober 2017. Penangkapan dilakukan ketika MK sedang mengantar anaknya bersekolah ke PAUD.

Terkait itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritisi Densus 88 yang melakukan penangkapan pada saat terduga pelaku sedang mengantar anaknya bersekolah.

“Di sisi lain, pemandangan seorang anak yang masih berseragam PAUD terbawa dalam aksi penangkapan teroris, menjadi pemandangan kurang baik dan disayangkan,” kata Komisioner KPAI Jasra Putra saat dikonfirmasi Okezone, Kamis (26/10/2017).

Menurutnya, dampak penangkapan itu harus diperhitungkan karena dapat memberikan berbagai dampak terhadap sang anak. Selain berpotensi menimbulkan trauma, aksi Densus 88 dinilai dapat mengancam kerahasiaan identitas sang anak yang seharusnya dilindungi, sesuai Pasal 59 Ayat 2 poin K Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, di mana anak membutuhkan perlindungan khusus.

 

“Pasal 59 Ayat 2 poin K menyatakan pemerintah, pemda dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak korban jaringan terorisme serta PP Nomor 44 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pengasuhan anak harus menghindari identitas anak terpublish, baik di media maupun lainnya,” terang Jasra.

Lebih lanjut, Jasra mengatakan, Dampak penangkapan itu harus diperhitungkan agar anak tidak menjadi korban berlapis atas situasi yang tidak dipahaminya.

“Pasca penangkapan ada baiknya segera memperhatikan kondisi anak, kemungkinan anak mengalami trauma dan melakukan rehabilitasi bagi anak. Anak harus segera dikembalikan hak dasarnya diberi kesempatan kembali sekolah, bersosialisasi dan bermain bersama temannya” tuturnya.

Sebagaimana mandat PP Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak, bahwa perlu mempertimbangkan pengasuhan anak pada keluarga yang sederajat, dengan memerhatikan hasil asessment Satuan Bhakti Pekerja Sosial, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial guna mendapatkan lembaga asuhan anak yang tepat.

“Terkait misalkan dalam hasil asessment anak terpapar paham radikalisme, butuh penanganan yang tepat, dengan melibatkan ahli bidang agama yang dapat mendialogkan pemahaman anak secara ramah,” ucap Jasra.

“Sebagaimana dalam pasal UU 35 tahun 2014 Pasal 69 B, perlindungan khusus bagi anak korban jaringan terorisme sebagaimana dalam pasal 59 ayat 2 huruf k, dilakukan melalaui edukasi tentang pendidikan, ideologi dan nilai nasionalisme, konseling tentang bahaya terorisme, rehabilitasi sosial dan pendampingan sosial perlindungan anak,” sambung dia.

Exit mobile version