Tawuran Sadistis, KPAI: Sekolah Jangan Cuci Tangan

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pihak sekolah jangan cuci tangan dengan mengeluarkan siswa pelaku tawuran dari sekolah. Komisioner KPAI Putu Elvina mengatakan mengeluarkan siswa pelaku tawuran dari sekolah akan merenggut hak pendidikannya. 

“Jalan keluar berbasis sistem harus dibangun sehingga selama anak menjalani proses hukum sampai penetapan pengadilan, dia tetap mendapatkan hak pendidikan walau melalui sistem nonformal,” katanya melalui pesan tertulis, Sabtu.

Putu meminta berbagai pihak duduk bersama mencari jalan keluar sehingga tawuran tidak menjadi siklus yang permanen di kalangan pelajar.

Institusi pendidikan sebagai representasi negara harus hadir memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi dan terlindungi meskipun status mereka berhadapan dengan hukum.

“Ancaman pengeluaran dari sekolah tidak akan menyelesaikan masalah karena juga akan berdampak pada masalah sosial lainnya,” katanya.

KPAI mencatat sekitar 202 anak berhadapan dengan hukum akibat terlibat tawuran dalam rentang dua tahun terakhir, hingga 2018, di antaranya 74 kasus anak dengan kepemilikan senjata tajam.

Dalam kasus tawuran antarkelompok remaja yang masih pelajar di Jalan R Soepena, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, 1 September lalu, seorang pelajar tewas. Akibat tawuran sadistis itu, 17 siswa SMA Negeri 32 Jakarta harus mengundurkan diri dari sekolah sesuai tata tertib. 

 

Wakil Kepala SMAN 32 Jakarta Sujoko mengatakan polisi telah memeriksa 26 siswa SMAN 32 karena diduga terlibat tawuran di Kebayoran Lama. Dari 26 siswa yang diperiksa, sebanyak 18 siswa telah dikembalikan kepada orang tuanya karena tidak terlibat secara langsung. “Dari 18 siswa yang telah dikembalikan ke orang tua, 17 di antaranya menyatakan mengundurkan diri karena memahami tata tertib sekolah,” ujar Sujoko, Jumat, 7 September 2018.

Exit mobile version