Tiada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Anak

Tiap anak berhak mendapat pengasuhan yang layak, dilindungi dari kekerasan, penganiayaan, dan pengabaian (Pasal 19 Konvensi Hak Anak).

Kasus kekerasan terhadap anak meningkat jumlahnya beberapa bulan terakhir. Data pengaduan KPAI mencatat Januari hingga April 2023 terdapat 58 anak yang menjadi korban kekerasan. Pelakunya beragam, baik orang dewasa maupun anak. Selain itu, Data SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) mencatat 1.665 kasus kekerasan fisik/psikis anak di 2022, bentuk kekerasan terhadap anak yang dilaporkan juga sangat beragam yakni bullying atau perundungan yang merupakan kekerasan verbal, pemukulan, penganiayaan, pengeroyokan, serta kekerasan seksual.

Berbagai bentuk kekerasaan terhadap anak ini menimbulkan penderitaan bagi korban, yakni tidak hanya fisik namun juga psikis, ekonomi, dan sosial yang berdampak langsung terhadap korban saat kekerasan terjadi, juga dapat meninggalkan dampak jangka panjang bagi korban. Karena itu, kekerasan menimbulkan kerugian besar terhadap korban, keluarga korban, bahkan masyarakat dan negara. Yaitu apabila kekerasan mengakibatkan dampak permanen terhadap korban dan menghalangi korban untuk meraih masa depannya, serta mencerabut kesempatan korban untuk berkontribusi positif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Karenanya, pemulihan anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis secara lengkap dan berkelanjutan harus dilakukan (Pasal 49 peraturan Pemerintah no.78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus). Selanjutnya harus dipastikan agar setiap anak korban kekerasan mendapatkan layanan pemulihan segera serta mendapatkan jaminan akses pada layanan Kesehatan jangka panjang melalui BPJS. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung jaminan keberlangsungan pemulihan korban adalah mekanisme restitusi bagi korban korban (Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana).

KPAI sebagai lembaga independen untuk pengawasaan sistem perlindungan anak di Indonesia, telah melakukan berbagai upaya untuk memastikan efektifitas pencegahan maupun pemenuhan hak-hak anak korban kekerasan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. KPAI mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengurangan risiko lewat pendidikan yang mengutamakan pendekatan disiplin positif, bukan penghukuman dalam konteks pengembangan Sekolah Layak Anak dan Daerah Layak Anak; lewat edukasi tentang pengasuhan dan penyediaan ruang-ruang layanan konseling keluarga yang mudah diakses masyarakat; serta langkah-langkah pencegahan lainnya.

Situasi keluarga yang kondusif bagi tumbuh kembang anak merupakan prasyarat terciptanya kedekatan anak dengan orang tua serta kesempatan bagi anak untuk mendapat perhatian dan kasih sayang penuh dari orangtua. Hal ini penting dalam membentuk dan memupuk kecerdasaan emosional anak agar belajar menghindarkan diri dari bahaya kekerasan, baik menjadi pelaku, maupun karena menjadi korban.

Salah satu kasus kekerasan terhadap anak yang menjadi perhatian advokasi KPAI saat ini adalah kasus penganiayaan berat yang dialami oleh D (17), yang juga melibatkan Anak sebagai pelaku AG (15). KPAI telah melaksanakan serangkaian intervensi dalam rangka pengawasan sesuai tugas dan fungsi KPAI yang diatur oleh Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. KPAI mengikuti pemberitaan kasus tersebut sejak menjadi viral di media sosial, menerima pengaduan kasus yang disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum korban D (17) pada, hari Jum’at (23/02/2023), serta Tim Kuasa Hukum saksi/pelaku AG (15) pada, (24/03/2023), serta turun langsung dua kali menjenguk dan melihat kondisi korban saat dirawat di salah satu RS di Kuningan, maupun melakukan kunjungan untuk berdialog langsung dengan pendamping ABH di LPKA.

Adapun langkah-langkah lainnya yang utama, yang telah dilakukan oleh KPAI, adalah sebagai berikut:

  1. Memastikan agar proses hukum berlangsung terbuka, professional dan adil bagi korban. Dalam konteks penegakkan Hukum, KPAI menjadi saksi ahli dalam memberikan pandangan dan masukan selama proses penyidikan, penuntutan maupun proses pengadilan agar tetap berlandaskan pada mekanisme perlindungan anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam kordinasinya dengan penegak hukum, baik dengan Polres Jakarta Selatan maupun dengan Polda Metro Jaya, KPAI terus mengingatkan dan mendorong agar kasus ini diungkap secara terang benderang, siapapun yang terlibat harus diproses secara hukum, dan mendukung pasal pemberatan bagi pelaku dewasa.
  2. Memastikan terpenuhinya jaminan pengobatan, perawatan dan penyembuhan secara medis yang optimal serta layanan psikososial yang efektif bagi korban, serta memastikan terpenuhinya hak korban atas Restitusi. Dalam kordinasi intensif dengan para pemangku kepentingan yang utama, seperti Kementerian PP dan PA, LPSK, Peksos Kemensos, PK Bapas Jakarta Selatan dan UPTD PPA DKI Jakarta, KPAI konsisten mendorong dan mengingatkan pemenuhan hak korban D (17) atas layanan medis yang segera dan optimal, serta hak atas Restitusi. Hal ini mengingat kerugian material dan immaterial yang sangat besar dalam kasus tersebut. Selain itu, KPAI mengingatkan bahwa hal ini tidak akan berkaitan dengan pengurangan proses hukum pelaku dewasa maupun ABH. Sesuai Peraturan Pemerintah No 78/2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak (PKA), maka seluruh pemenuhan hak anak korban kekerasan di atas harus dilaksanakan secara cepat, komprehenshif dan terintegrasi dalam bentuk (a) pencegahan (b) pendampingan (c) rehabilitasi medis (d) rehabilitasi sosial.
  3. Memastikan agar proses hukum Anak Berhadapan/Berkonflik dengan Hukum berlangsung sesuai dengan prinsip dan norma Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). KPAI melakukan fungsi pengawasan proses hukum AG (15) untuk memastikan, agar persidangan berlangsung tertutup dan tanpa publikasi, bebas kekerasan dan diskriminasi maupun bias-bias lainnya terhadap ABH. KPAI telah mencatat dan menyampaikan sejumlah kerentanan ABH yang penting menjadi pertimbangan untuk pembenahan dan optimalisasi SPPA, antara lain: publikasi identitas ABH, dokumen assesmen forensik yang tidak ditemukan, dan kronologi aktifitas seksualitas AG yang disampaikan secara langsung oleh Hakim. Terhadap temuan ini KPAI telah merekomendasikan dilakukannya pengawasan berkelanjutan oleh lembaga yang menaungi para pelaksana dalam konteks implementasi SPPA. KPAI juga terus mendorong Kemensos maupun Kemen PPPA serta PK BAPAS sebagai penyelenggara perlindungan ABH untuk memastikan agar hak-hak ABH tetap terpenuhi, yang meliputi: perlindungan fisik dan psikis selama menjalani proses hukum, hak perlindungan identitas, hak atas pendidikan dan hak pendampingan baik oleh keluarga maupun pendamping hukum.

Selanjutnya dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan terhadap kasus-kasus Kekerasan terhadap Anak, baik upaya-upaya pencegahan maupun penanganannya, KPAI mengutamakan sinergitas dengan berbagai Lembaga dan Kementerian agar upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak berlangsung optimal sesuai amanat Undang-Undang Perlindungan Anak. Termasuk antara lain, amanat Pasal 69, yakni memastikan perlindungan khusus pada anak korban tindakan kekerasan fisik dan atau psikis melalui (a) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan aturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan dan (b) pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi. Hal ini mengingat tugas-tugas pencegahan dan edukasi publik tentang SPPA merupakan faktor kunci bagi penghapusan kekerasan terhadap anak di Indonesia. Agar anak-anak Indonesia bebas dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi yang mengancam di sekitar mereka.

Pada akhirnya KPAI mengapresiasi kerja keras semua pihak, terutama keluarga dan pendamping korban, yang terus berupaya memastikan agar hak-hak anak korban kekerasan terpenuhi secara optimal, komprehensif dan tuntas. Apresiasi pula bagi semua pihak, termasuk keluarga dan pendamping ABH, yang berupaya memastikan agar Anak belajar memahami konsekuensi dari keputusan dan tindakannya, serta menghargai kesempatan untuk bertumbuh-kembang tanpa kekerasan.

Anak Terlindungi, Indonesia Maju!

Jakarta, 19 April 2023
Narasumber:
Ai Maryati Sholihah – Ketua KPAI
Jasra Putra – Wakil Ketua KPAI

Anggota KPAI :
Aris Adi Leksono
Dian Sasmita
Diyah Puspitarini
Sylvana Maria

Exit mobile version