Ucapkan Selamat Ultah, Siswi SMP di Solo Dikeluarkan, KPAI : Berpotesnsi Langgar Hak Anak

Sebuah kabar viral di media sosial menyebut salah satu SMP di Solo mengeluarkan siswinya yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada teman laki-laki di sekolah yang sama. Sedangkan siswa yang diberi ucapan tidak dikeluarkan. 

Kepada media, pihak sekolah pun membenarkan telah menyerahkan kembali siswi berinisial AN kepada orang tuanya. Kepala Sekolah menegaskan sekolah telah melakukan penindakan sesuai dengan prosedur. Pihaknya telah melakukan pendampingan sebelum mengeluarkan siswi kelas VIII itu.

  1. KPAI menyayangkan keputusan sekolah yang mengeluarkan ananda  AN karena dianggap melakukan pelanggaran berat, yaitu dianggap berlebihan bersikap terhadap lawan jenis, puncaknya ketika AN mengucapkan selamat ulang tahun kepada anak laki-laki yang merupakan teman sekolahnya. Padahal secara normal dan masa tumbuh kembang seorang anak, mengucapkan selamat ulang tahun justru hal yang positif dalam sebuah pertemanan dan sosialisasi anak dengan kawan-kawannya. 
  2. KPAI menilai sekolah terlalu berlebihan menetapkan aturan sekolah dan menerapkan sanksi,  walaupun sekolah menyatakan sudah diketahui di awal anak dan orangtua saat mendaftar atau masuk ke sekolah tersebut dan mengaku sudah melakukan pembinaan terhadap ananda AN. Sekolah melanggar hak atas pendidikan ananda AN karena mengeluarkan secara tidak adil dan berpotensi menimbulkan stigma negative bagi ananda AN ketika dia bersekolah di tempat lain. Ini juga bisa dikatakan sebagai kekerasan psikis terhadap ananda AN. 
  3. KPAI menilai sekolah tidak pernah melibatkan anak dan tidak pernah mendengarkan suara anak dalam menetapkan aturan tersebut. Seoalah itu meruapakan bagian pendidikan dan mendisiplinkan anak, seolah itu merupakann kebutuhan anak dan untuk melindungi anak-anak. Padahal aturan sekolah seharusnya tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya. Berteman (atau mungkin saling suka pada lawan jenis) dan mengucapkan selamat ulang tahun terhadap siapapun adalah merupakan hak anak dan bagian dari proses tumbuh kembangnya sebagai remaja. 
  4. Sekolah tidak memahami psikologi anak dan psikologi perkembangan anak. Anak usia remaja  13-15 tahun (SMP/sederajat) memang dalam fase mulai memperhatikan lawan jenis. Bukan harus dikekang, tetapi dikontrol dan diedukasi. Kalau kita sebagai orang dewasa khawatir karena pada masa ini remaja sangat rentan melakukan hal – hal negatif  terhadap seksualitas yang mulai berkembang, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pendampingan dan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, 

Seringkali kita lihat mereka tidak ingin mereka diatur dengan peraturan yang ketat karena mereka lebih sering  menuntut kebebasan individu yang mulai belajar berpikir bebas dan kritis. Seiring dengan perkembangan tersebut , suasana hati seorang remaja seusia ini sering berubah-ubah .Tidak jarang dalam suatu waktu ia merasakan suasana yang menyenangkan , kemudian tiba-tiba sangat sedih , Kadang menjadi anak baik, kadang akan menjadi anak yang susah diatur. 

Pada masa ini remaja sibuk mencari jati diri . Mereka sudah mulai berpikir bagaimana kehidupan mereka kelak. Kemana mereka melanjutkan sekolahnya. Pada fase inilah mereka menemukan dengan segala macam keterbatasannya. Pada masa remaja ini biasanya banyak konflik  terjadi karena proses perkembangan psikologi remaja itu, disinilah pentingnya komunikasi, bukan melulu melarang dan mengekang, tapi damping dan jadilah teman bagi mereka.

Rekomendasi 

KPAI mendorong Dinas Pendidikan kota Solo untuk mengevaluasi aturan di SMP IT tempat ananda AN bersekolah. Jika aturan sekolah tersebut tidak sejalan dengan prisip kepentingan terbaik bagi anak, maka sudah seharuhnya pihak Dinas Pendidikan kota Solo wajib mendorong revisi aturan tersebut.  Sekolah harus didorong untuk menerapkan program Sekolah Ramah Anak (SRA). 

KPAI mendorong Kemdikbud untuk mensosialisasi dan mengedukasi Dinas Pendidikan dan sekolah terkait Permendikbud No. 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah.  Kekerasan di sekolah tidak hanya fisik dan seksual, tetapi juga kekerasan psikis.

 

Sumber : http://terkininews.com/
 
Exit mobile version