Upaya KPAI mempersoalkan Awkarin dan Anya Geraldine

JAKARTA – Karin “Awkarin” Novilda (18) dan Anya Geraldine (20), dua pesohor media sosial yang tengah naik daun.

Dengan ratusan ribu pengikut di Instagram, tiap kiriman mereka bisa disambut puluhan ribu tanda suka. Kanal YouTube mereka juga semarak. Satu video blog (vlog) minimal sudah dilihat ratusan ribu kali. Beberapa mencapai angka jutaan.

Popularitas pula yang berpotensi menjegal kedua gadis itu. Karena punya pengikut yang banyak, keduanya dianggap membawa dampak negatif kepada anak-anak. Tudingan itu datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

KPAI mengaku menerima banyak laporan dari para orang tua, yang khawatir dengan penyebaran konten-konten milik Awkarin dan Anya. Sehubungan kasus ini, KPAI telah bertemu dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

“Hasil rapat dengan Kominfo beberapa waktu lalu adalah mengindikasikan konten-konten itu ada unsur pidana,” kata Ketua KPAI, Asrorun Niam Sholeh.

Kata Niam, dua gadis pesohor itu bisa dipidanakan karena melanggar Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Sayangnya, tidak ada keterangan terperinci ihwal pasal-pasal yang dilanggar.

Laporan KPAI ke Kominfo itu, ikut memunculkan wacana melakukan sensor atau blokir terhadap konten Awkarin dan Anya.

Di sisi lain, Menkominfo Rudiantara menolak berkomentar soal konten-konten kiriman Anya dan Awkarin. Rudiantara sekadar menyampaikan pandangan pribadi, tidak dalam kapasitasnya sebagai menteri.

“Kalau secara pribadi, bukan kedinasan ya, tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Indonesia. Itu benar (Anya Geraldine) belum menikah dia?” kata dia. “Di agama kan ada tata krama dan tata caranya, enggak bisa berlebihan. Saya belum lihat videonya, tapi dari sisi kebudayaan dan agama harusnya tidak seperti itu.”

Perlukah melakukan sensor

Pernyataan Rudiantara itu merujuk pada vlog Anya, yang dikirim pada akhir Agustus. Vlog itu merupakan dokumentasi liburan Anya dan pacarnya di Bali.

Bak pasangan yang sedang bulan madu, mereka menginap bersama di vila dan hotel nan mewah. Pun ada banyak pose intim dalam vlog itu. Mulai dari pelukan mesra, ciuman, hingga kemesraan di area kolam renang privat.

Versi panjang vlog (21 menit 14 detik) bisa dilihat di kanal YouTube milik Anya. Namun, versi pendeknya (sekitar 5 menit) kini tak lagi tersedia untuk publik. Versi pendek itu dimaksudkan sebagai pancingan (teaser), dan memang memuat lebih banyak gambar mesra.

Apa yang terekam dalam vlog Anya, tak jauh beda dengan Awkarin. Sejak beberapa bulan lalu, nama Awkarin lebih dulu mengemuka, termasuk lewat video-video yang menyajikan laku intim bersama sang pacar. Dia juga acap kali memamerkan video pesta di kelab malam–beberapa dibagikan di Snapchat. Lengkap dengan adegan meneguk minuman keras.

Sebagian netizen kerap mempermasalahkan pakaiannya yang konon seksi, hingga tutur katanya yang terdengar kasar. Walhasil, di Change.org, setidaknya ada empat petisi yang menyoal polah Awkarin.

Namun, remaja putri itu punya cara sendiri dalam menanggapi respons miring. Teranyar, Awkarin merilis video musik berjudul BAD, bersama rapper Young Lex.

BAD seolah jawaban Awkarin terhadap para pembenci (haters). “I’m bad girl. Bila kau tak pernah buat dosa silakan hina aku sepuasnya. Kalian semua suci, aku penuh dosa,” demikian penggalan liriknya.

Dalam sebuah wawancara dengan Beritagar.id, Awkarin juga punya jawaban untuk para pembencinya. “Moral itu urusan manusia dan Tuhannya, bukan dengan para haters!”

Ihwal fenomena ini, komentar juga datang dari guru besar sosiologi Universitas Gadjah Mada, Prof Heru Nugroho. Menurut Heru, ada benturan antara pengaruh-pengaruh yang muncul di YouTube dengan norma-norma yang dipegang masyarakat.

Seperti dilansir detikcom, alih-alih menuntut sensor terhadap para pesohor media sosial itu, Heru menyarankan orang tua untuk lebih proaktif berkomunikasi dengan anak-anak.

“Yang terjadi kemunafikan, minta disensor. Kenyataan seperti itu, gaya hidup global dari luar sulit sekali dibendung. Sekarang tinggal di tingkat keluarga gimana mau bendung? Komunikasi kini lebih banyak pegang gadget, bukan komunikasi verbal face to face,” ujar Heru.

Adapun Menkominfo Rudiantara juga mengaku kesulitan bila harus melakukan sensor atau blokir. “Ini kalau posting-an invidu, enggak bisa dipantau. Kita ini mempelototi semua, ada berapa juta orang Indonesia yang posting,” kata Rudiantara, dikutip Liputan6.com.

Pun menyensor konten Anya dan Awkarin, tidak menjamin fenomena ini bakal selesai. Boleh jadi akan muncul, nama pesohor muda lain dengan bentuk-bentuk “keberanian” baru, yang mungkin juga siap disambut para penentangnya.

Catatan lain, dari linimasa Twitter, topik ini terpantau mendapat respons dari netizen. Mayoritas komentar memuat kritik atas langkah KPAI, wacana sensor, dan ancaman pidana. Berikut di antaranya.

 

Exit mobile version