Video Porno Anak Bandung: dari Anjal sampai Pendana WN Rusia

JAKARTA– Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan terkait kasus video porno anak yang melibatkan perempuan dewasa di Bandung, Jawa Barat.

Dalam rangka itu, Komisioner Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat, Susianah Affandy dan Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime, Margaret Aliyatul Maimunah, telah melakukan koordinasi lintas sektor pada 10-11 Januari 2018 di Bandung.

KPAI berkoordinasi dengan Polda Jabar, Dinas Sosial Jabar, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar, serta Pengelola Rumah Singgah di Bandung.

Hasil dari kegiatan koordinasi dan pengawasan tersebut antara lain, pertama, anak-anak yang terlibat dalam video porno dengan perempuan dewasa adalah anak jalanan.

“Mereka berasal dari keluarga miskin yang tinggal di samping rel kereta api Kiara Condong Bandung,” sebutnya dalam rilis KPAI kepada hidayatullah.com, Jumat (12/01/2018).

Orangtua dari ketiga anak tersebut bekerja sebagai pemulung. Dua di antara tiga anak tersebut yakni Rd (9 tahun) dan Dn (9 tahun) putus sekolah dan hanya Sp (11 tahun) yang bersekolah. Setiap hari mereka bekerja mengamen.

“Informasi yang dihimpun KPAI, orangtua anak-anak jalanan di daerah ini banyak yang menuntut anaknya agar membawa uang setiap pulang ke rumah,” ungkapnya.

Kedua, polisi telah menangkap Susanti (40) orangtua Dn dan Herni (41) orangtua Rd, yang dalam pembuatan video berperan mengantar dan juga turut mengarahkan adegan porno yang dilakukan anaknya.

Selain menangkap dua orangtua itu, polisi juga telah menangkap 4 tersangka lainnya yakni FA, CC, IN dan IM dengan perannya masing-masing.

Ketiga, motivasi pelaku IM yang saat kejadian bulan Agustus 2017 silam berusia 17 tahun 10 bulan adalah faktor ekonomi.

Pengakuan tersangka IM kepada KPAI, ia menjadi anak jalanan sejak kelas 1 SMP dan putus sekolah.

Menurut IM, di kalangan anak jalanan (anjal) di Kota Kembang ini, aktivitas seks telah menjadi menu sehari-hari bahkan tidak sedikit dari anak-anak tersebut telah melakukan transaksi seksual dengan orang dewasa.

“IM berkenalan dengan CC (penghubung) melalui Facebook dan disepakati adanya pertemuan di antara keduanya. IM mengaku kaget saat mendapat penjelasan dari CC bahwa ia harus menjalankan adegan seks dengan anak-anak namun karena faktor ekonomi, ia menerimanya,” ungkapnya.

Lalu CC minta IM datang ke hotel M. IM ketemu dengan FA (perekam dan memberi dana) dan ia mendapat penjelasan bahwa ia harus melakukan adegan mesum dengan Rd serta akan direkam.

IM pun katanya setuju melakukan hubungan intim jika rekaman video tersebut untuk konsumsi pribadi dan tidak disebarkan ke publik. Ia mendapatkan Rp 1,5 juta dari perannya tersebut dan Rd mendapatkan Rp 500 ribu.

“IM mengetahui videonya menyebar pada Desember 2017 dari ibu dan adiknya. Ia menemui CC dan meminta FA bertanggung jawab atas tersebarnya video tersebut jika ia tertangkap polisi. FA mengaku tidak tahu dan akan menanyakan kepada ROB (yang mendanai pembuatan video, WNA asal Rusia),” ungkapnya.

Lalu FA memberi IM uang sebesar Rp 500 ribu untuk menghapus tato di paha agar tidak dikenali oleh polisi serta berjanji akan memberi uang jaminan sebesar Rp 10 juta sebagai jaminan.

Keempat, masih menurut KPAI, ketiga anak korban kini dilayani di rumah aman P2TP2A Jabar dan masih dalam keadaan terisolasi.

“Petugas Psikolog P2TP2A memberi penjelasan kepada KPAI bahwa semua orang tidak memiliki akses bertemu dengan anak karena dalam tahap trauma healing,” terangnya.

Exit mobile version