Waspada Perekrut Jadikan Anak Hacker

JAKARTA— Anak terus menjadi sasaran empuk di dunia maya. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim Mabes Polri mengungkap kelompok Blackhat yang merekrut anak untuk melakukan kejahatan di dunia maya. Tujuannya belum jelas, namun petugas menduga radikalisme, politik dan SARA.

Kasubdit II Dittipid Siber Bareskrim Kombes Pol Rickynaldo menuturkan, awalnya terdapat laporan peretasan situs pengadilan di Sulawesi Tenggara (Sultra). Peretasan dilakukan dengan teknik defacing, mengubah tampilan situs. ”Peretasan dilakukan tiap menit,” tuturnya dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (9/11).

Tampilan situs diubah dengan berbagai pesan. Salah satunya, TNI, Densus 88, Brimob, DPR, MPR is satanic army. Welcome to khilafah, we are Islamic state hacker division. Ada juga tampilan diubah menjadi video yang terdapat orang membawa senjata. ”Saat diselidiki ditemukan pelaku di beberapa kota,” ujarnya.   

Ada empat pelaku yang telah tertangkap, namun ternyata tiga di antaranya merupakan anak-anak antara lain MSR alias G03NJ47, 14, ditangkap di Cirebon, JBKE alias Mr 410ne yang diamankan di Mojokerto, HEC alias DAKOCH4N, 13, dibekuk di Jambi. ”Kemudian yang dewasa inisialnya LYC alias Mr 14m4 ditangkap di Kediri,” katanya.

Keempatnya dikendalikan official Blackhat dengan menggunakan sebuah grup Whatsapp (WA) dan Facebook (FB). Mereka diberikan target untuk meretas situs yang ditunjuk. ”Keempatnya berkoordinasi melalui dunia maya untuk meretas. Anak-anak ini terpengaruh karena merasa ditantang dan ingin membuktikan kemampuannya,” ungkap dia.

Perekrutan terhadap anak-anak tersebut juga dilakukan melalui dunia maya. Rickynaldo menuturkan, ada sebuah grup FB bernama Blackhat yang kemudian digunakan untuk mendeteksi anak-anak yang memiliki kemampuan hacking. ”Ada tutorial di grup FB itu, lalu diseleksi oleh Blackhat. Dicari yang sudah punya kemampuan,” urainya.

Menurutnya, official dari Blackhat ini telah dideteksi, diketahui lokasinya dan sedang dipantau.

”Secepatnya kami akan menangkapnya,” terangnya ditemui di kantor Dittipid Siber Bareskrim kemarin.

Apa motif dari Blackhat? Dia menjelaskan bahwa polisi menduga ada tiga motif antara lain radikalisme, politik dan SARA (suku agama ras dan antargolongan). Hal itu berdasar pada pesan yang diberikan saat situs diubah tampilannya. ”Tapi untuk kepastiannya masih menunggu pengejaran officialnya,” tutur Rickynaldo.

Dia menambahkan, hanya LYC yang akan dijerat proses pidana umum. Namun, untuk ketiga anak tentu proses hukum dengan UU Anak. ”Kalau saat ini telah dikembalikan ke orang tuanya,” ujarnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, anak memang rentan menjadi korban dalam kejahatan dunia maya. Bahkan, terjadi kecenderungan anak bergeser dari korban menjadi pelaku dalam kejahatan dunia maya. ”Data kami, anak menjadi korban siber dan pornografi merupakan yang terbanyak ketiga, dari laporan masyarakat,” terangnya.

Menurut Susanto, kondisi ini bukan hanya merupakan tanggung jawab dari negara, namun juga tanggung jawab dari korporasi. ”Itu mengapa beberapa waktu lalu kami panggil manajemen Whatsapp, Facebook, dan sebagainya,” ujarnya.

Sementara Anggota KPAI Rita Pranawati menuturkan, perkembangan dunia digital ini diikuti anak-anak. Tapi masalahnya orang tua tidak memiliki kemampuan untuk memahami hal tersebut. ”Ada gap pengetahuan antara orang tua dan anak-anak. Ini seharusnya diatasi,” jelasnya.

Namun, untuk mencegah anak-anak menjadi korban, dia menjelaskan bahwa orang tua bisa melakukan komunikasi yang intensif terkait kegiatannya di dunia maya. ”Dipantau, jangan dibiarkan,” paparnya.

Exit mobile version