Balikpapan Butuh Komnas Perlindungan Anak

BALIKPAPAN  –  Kekerasan terhadap anak yang kerap terjadi di Kota Balikpapan membutuhkan solusi nyata. Ini disampaikan oleh Erlinda MPd selaku komisioner dan kepala Divisi Sosialisasi Komnas Perlindungan Anak (KPAI) Pusat saat menjadi narasumber workshop “Save Our Child”garapan Polwan Polres Balikpapan dan Balikpapan Pos di Platinum Hotel, Sabtu (3/9). Menurutnya, Kota Balikpapan membutuhkan sebuah organisasi atau institusi yang fokus mengatasi kekerasan terhadap anak. Bukan hanya dalam fungsi pendampingan, namun juga advokasi dan penyampai hal tersebut pada kementerian dan lembaga terkait.

Erlinda menuturkan, untuk mengatasi hal ini, pihak KPAI pusat juga telah berdiskusi dengan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi.

Ia mengatakan, Rizal telah berkomitmen untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak di Balikpapan. Di sini, disebutkan Erlinda, fungsi dari Komnas Perlindungan Anak akan berbeda dari P2TP2A. Keduanya akan bersinergi bersama mencegah dan melindungi para korban kekerasan terhadap anak.

“Tugas fungsi P2TP2A adalah untuk mendampingi masyarakat, sedangkan Komnas Perlindungan Anak fungsinya untuk mengadvokasi, menyampaikan pada kementerian dan lintas lembaga. Ini adalah tugas yang tidak dimiliki P2TP2A,” ungkapnya. Ia menyebutkan, P2TP2A akan kewalahan bila harus mengatasi hal tersebut.

Saat ini, ujar Erlinda, adalah era informasi. Di mana tidak hanya dunia nyata yang harus ditangani, namun juga dunia virtual. Beberapa waktu belakangan, kejahatan cyber kerap terjadi. Perdagangan anak tidak hanya terjadi secara konvensional, namun juga dengan cara modern seperti di media siosial.

Pembentukan Komnas Perlindungan Anak perlu dilakukan, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten atau kotamadya. “Banyak problem terkait anak. Semoga pembentukan Komnas Perlindungan Anak juga diikuti oleh area-area kecil. KPAI juga mengingatkan polda beserta jajaran, juga SKPD dan masyarakat. Kita bersama harus bergerak membangun Indonesia hebat. Pemerintah pusat berharap masalah perlindungan anak dapat diviralkan pada seluruh wilayah di Indonesia, terutama Indonesia timur,” kata dia.

Hingga saat ini, imbuh Erlinda, wilayah timur Indonesia memang dianggap masih kurang memperhatikan masalah perlindungan anak.

“Di Balikpapan sendiri, hal ini memang masih dirasa kurang, namun sudah berjalan, sehingga hanya perlu pengoptimalan. Sering kali dirasa sudah maksimal, namun ternyata tidak. Dalam mengatasi masalah yang sudah telanjur terjadi, pemerintah membutuhkan dana untuk rehabilitasi, kebutuhan akan terapis, psikolog, dan lainnya. Oleh karena itu, penting untuk memaksimalkan peran masyarakat seperti tokoh agama, pendidik, dan pihak yang memiliki kepedulian,” pungkasnya.

Exit mobile version