PENGAWASAN KPAI TERHADAP KASUS KEKERASAN FISIK DAN/ATAU PSIKIS ANAK DI SALAH SATU SEKOLAH SWASTA DI SERPONG, KOTA TANGERANG SELATAN

Dok: Humas KPAI 2024

Jakarta, – KPAI gelar konferensi pers terkait hasil pengawasan terhadap kasus kekerasan fisik dan/atau psikis anak di salah satu sekolah swasta di Serpong Tangerang Selatan, pada, Selasa (27/02/2024) yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Jasra Putra beserta Anggota KPAI Diyah Puspitarini, Dian Sasmita, Aris Adi Leksono, Kawiyan dan dihadiri awak media baik cetak, elektronik, maupun online.

Kasus Kekerasan Fisik dan/atau Psikis (perundungan/bullying) yang menimpa anak AL (Lk,17) yang diduga dilakukan oleh 8 anak siswa dan 3 orang dewasa di salah satu sekolah swasta di Serpong memberikan dampak yang mengancam semua pihak yang terlibat, tidak hanya bagi anak yang di-bully tetapi juga bagi pelaku bahkan bagi anak-anak yang menyaksikan bullying tersebut serta berdampak juga bagi sekolah. Dampak dari kasus ini tidak bisa dianggap sepele, dan semakin menyadarkan kita semua untuk lebih memperhatikan anak-anak korban perundungan, tutur Jasra Putra dalam pembukaan konferensi pers tersebut.

Lebih lanjut Diyah Puspitarini Anggota KPAI sekaligus pengampu klaster anak korban kekerasan fisik/psikis menyampaikan sikap KPAI dalam kasus ini, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak terhadap kasus tersebut, yaitu sebagai berikut:

Sementara itu, Kawiyan menyampaikan bahwa Pusdatin KPAI 2023 mencatat 137 kasus anak korban perundungan di satuan pendidikan (tanpa LP) dan 411 kasus anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis serta 3 kasus anak pelaku perundungan di satuan pendidikan (tanpa LP) dan 158 anak berhadapan dengan hukum (sebagai pelaku). Sehingga ini menjadi perhatian bersama agar terus secara massif meningkatkan literasi terkait perundungan/bullying baik itu pencegahan maupun penanganannya, sebab kasus perundungan berupa bully dan kekerasan fisik yang terjadi didunia pendidikan, baik yang dilakukan oleh pendidik maupun sesama peserta didik dapat menyebabkan korban meninggal dunia, lanjutnya.

Penyelesaian kasus yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan dinas terkait, cenderung belum menerapkan upaya-upaya perlindungan khusus bagi anak sebagaimana Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 59A yakni Perlindungan Khusus bagi Anak dilakukan melalui upaya: a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.

“Untuk penanganan kasus ini, anak yang berhadapan dengan hukum baik korban, saksi, maupun anak berkonflik hukum itu harus kita lihat sebagai korban dimana mereka membutuhkan penanganan hukum yang cepat dan profesional. Kita tahu bahwa Undang-Undang SPPA sudah berjalan 12 tahun  dan melalui kasus ini Undang-Undang ini di exercise lagi apakah para penyidik di Polres Tangerang Selatan dapat melaksanakan Undang-Undang SPPA ini dengan tepat, sebab kita bersama bahwa tujuan utama dari Undang-Undang SPPA ini untuk mengurangi dampak negatif peradilan pidana terhadap anak. Misalnya, pemeriksaan yang lama dan lain-lain, maka lewat Undang-Undang ini kita diingatkan bahwa ada hak yang paling mendasar bagi anak yang berhadapan dengan hukum yaitu diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat, salah satu bentuknya adalah penanganannya harus cepat kemudian komperhensif melibatkan para pihak yang berkompeten, para petugas kemasyarakatan seperti PK BAPAS dan Pekerja Sosial Profesional, merekalah para ahli yang akan mensupport aparat penegak hukum untuk lebih objektif melihat situasi anak, tidak hanya ketika tindak pidana tapi juga bagaimana situasi anak di lingkungan sosial, lingkungan keluarga, dll, sehingga para penyidik bisa merumuskan intervensi yang tepat atau rekomendasi tindakan atau rekomendasi penanganan berikutnya terhadap anak-anak tersebut,” tutur Dian Sasmita Anggota KPAI sekaligus pengampu klaster anak berhadapan dengan hukum

Di Akhir sesi konferensi pers, Aris Anggota KPAI sekaligus pengampu klaster pendidikan, waktu luang, dan agama menjelaskan bahwa salah satu subyek pengawasan yang dilakukan oleh KPAI terkait kasus kekerasan di satuan pendidikan di Serpong adalah bagaimana kita memastikan pemenuhan hak pendidikan terutama bagi korban dan juga bagi anak terduga pelaku, bentuknya adalah kita memastikan bahwa anak-anak ini mendapatkan layanan pendidikan selama proses ini ditangani oleh pihak yang berwajib, maka ia tetap mendapatkan layanan pembelajaran oleh satuan pendidikan itu, tentunya bisa melalui mode pembelajaran jarak jauh, kemudian bisa dilakukan online, dan seterusnya. Pada prinsipnya kami memastikan agar anak ini kemudian tidak putus sekolah apapun itu statusnya terutama sebagai korban dan juga anak yang kemudian terduga sebagai pelaku.

Sehingga sebagaimana salah satu tugas KPAI yakni memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak, KPAI  merekomendasikan beberapa hal terkait sebagai berikut:

  1. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, agar dapat mengkoordinasikan penyelesaian dan pengawasan terkait dengan pemenuhan hak anak korban dan anak berhadapan dengan hukum terutama pada aspek pendidikan, pendampingan, dan rehabilitasi. 
  2. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, agar memberikan perhatian dan pendampingan secara penuh terutama pada pelayanan yang masih diperlukan di lapangan. 
  3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, agar memberikan kesempatan kepada anak yang terlibat untuk melakukan ujian dan menuntaskan pendidikan di bangku SMA, dan melakukan Evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan berbasis internasional dengan tetap mengakomodasi sistem pendidikan di Indonesia.
  4. Kepolisian Republik Indonesia agar memberikan atensi pada kasus ini sehingga penyelesaian kasus bisa berjalan dengan cepat dengan tetap memperhatikan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
  5. Walikota Tangerang Selatan agar memberikan atensi pada kasus ini, mengingat kejadian kekerasan saat ini juga terjadi di sekolah yang sama. 
  6. Kepolisian Resor Metro Tangerang Selatan, agar menuntaskan kasus ini dengan cepat dan profesional serta tetap memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
  7. Dinas Pendidikan Provinsi Banten, agar mengawal kasus ini dengan tetap memperhatikan pemenuhan hak anak dan mendengarkan informasi dengan seksama dan berimbang dari berbagai pihak. 
  8. DP3AP2KB Kota Tangerang Selatan, agar memberikan pendampingan kasus dengan upaya maksimal hingga tuntas.
  9. UPTD PPA Kota Tangerang Selatan, agar senantiasa memberikan pendampingan kasus, terutama pada anak korban dan keluarga. 
  10. Kepala Sekolah Binus School Serpong, agar membuka diri dan memberikan informasi yang sebenar-benarnya dan menerima masukan dari berbagai pihak, serta mempertimbangkan hak pendidikan anak yang terlibat, dan memastikan kerjasama antara sekolah, orang tua/wali murid dan dinas pendidikan untuk memantau aktivitas siswa di media sosial dan memantau keterlibatan siswa dalam kelompok-kelompok atau gank.

Harapan KPAI dengan memberikan beberapa rekomendasi ini agar Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Lembaga Negara lainnya meningkatkan komitmennya dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak, khususnya pada Satuan Pendidikan, tutup Jasra.(Aa/Ed:Kn)

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version