Propaganda LGBT Dilarang Masuk Dunia Anak-Anak

JAKARTA — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan, propaganda Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dilarang masuk ke anak-anak.

Komisioner KPAI Erlinda mengatakan, LGBT merupakan penyimpangan terhadap moral, agama dan undang-undang. Di dalam UU Perlindungan Anak dan KUHP, dia menjelaskan, kalau bersetubuh, pencabulan, pelecehan dengan anak itu adalah tindak pidana.

“Propaganda LGBT dilarang keras masuk ke dalam anak-anak,” kata Erlinda. Dia menjelaskan, hak asasi manusia (HAM) memang melekat dalam diri manusia. Namun tidak serta merta menjadi nomor satu. Menurutnya, HAM dibatasi hak-hak lain. Dia mengungkapkan, amanat UUD 45 sangat jelas.

Dia mengatakan bahwa (orang Indonesia) masih memiliki keyakinan bahwa perilaku LGBT tidak sesuai norma moral, agama dan sebagainya. Menurutnya, penyakit kelamin karena penyimpangan seks sangat tinggi meski kerap dibantah aktivis LGBT.

Dia pun prihatin terhadap apa yang terjadi di dunia sekarang ini. Pada tahun 1950, tidak ada satu negara pun yang melegalkan perkawinan sesama jenis. Pada tahun 2015 terdapat 17 negara yang melegalkan perkawinan sesama jenis. “Bagaimana 2050 atau 2100. Karena bumi ini akan musnah karena tidak terjadi reproduksi, “kata dia.

Disisi lain, Gerakan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) semakin berani di Indonesia, bahkan tak segan menuntut tujuh pejabat negara. Pejabat tersebut terdiri dari Mendikbub Anies Baswedan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, anggota DPR M Nasir Djamil, Ketua MPR Zulkifli Hasan, termasuk penggiat dan Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Erlinda.

Mereka dituntut oleh organisasi Arus Pelangi akibat memberikan penolakan di media sosial atas gerakan kampanye LGBT. Menanggapi kasus tersebut, Komisioner KPAI Erlinda mengaku sudah menerima kabar dari media sosial. Ia menyebut Arus Pelangi akan mengirimkan gugatan atas kampanye anti-LGBT ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Meskipun demikian, Erlinda mengaku tak takut karena berbagai faktor pendukung.

“Mereka salah karena mengampanyekan propaganda Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) kepada anak-anak. Padahal anak-anak itu sama sekali enggak boleh diberitahukan hal-hal buruk, yang bertentangan dengan usia dan masa pertumbuhan. Itu sudah diamanahkan langsung lewat UU pasal 56 atau lainnya,” ungkap Erlinda, Senin (1/2/2016).

Erlinda menambahkan, para pejabat lainnya yang digugat oleh Arus Pelangi juga memiliki pemahaman serupa dengannya, yakni menolak kehadiran berbagai penyimpangan secara moral, agama, dan undang-undang yang justru berdampak buruk bagi generasi muda Indonesia.

Tak hanya itu saja, pemahaman atau propaganda LGBT dilarang keras untuk disebarkan kepada anak-anak atau yang belum cukup umur. Apalagi tindakan tersebut sudah bertentangan langsung dengan UU Perlindungan Anak dan KUHP. Oleh karena itu Erlinda dengan tegas menyatakan penolakan di media sosial atas gerakan kampanye LGBT.

“Kalau merasa tersinggung, yah itu hak mereka. Setiap orang memang punya hak, namun bukan berarti HAM ada di urutan teratas, ingat masih ada UU 45 sebagai pembatas,” ungkapnya.

Erlinda bahkan berani menantang Arus Pelangi jika merasa paling benar. Ada pertanggungjawaban mengenai hak tumbuh kembang anak yang tertuang dalam UU Perlindungan Anak. Erlinda mengatakan, jika LGBT ingin diakui hak-haknya, maka sebagian besar masyarakat juga menginginkan hak untuk hidup sehat dan damai.

Exit mobile version